
ROBERT ADHI KSP
Buku berjudul “Thomas Sugijata, Bekerja di Dapur Reformasi Birokrasi” merupakan biografi profesional Thomas Sugijata, Direktur Jenderal Bea dan Cukai (2009-2011) — yang sebelumnya berperan penting dalam Reformasi Kepabeanan dan Cukai 2002-2003 dan Reformasi Birokrasi Bea dan Cukai 2006-2010. Hal paling menonjol dari kepemimpinan Thomas Sugijata adalah sosoknya sebagai seorang reformis di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Thomas menekankan pentingnya transformasi budaya yang menjadi fondasi yang kokoh dalam reformasi di Ditjen Bea dan Cukai.
Reformasi di tubuh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sudah dilakukan sejak lama. Terakhir dilaksanakan pada 2002 melalui program reformasi lanjutan dengan asistensi Dana Moneter Internasional (IMF). Namun perbaikan di tubuh Ditjen Bea dan Cukai masih terasa lamban. Ditjen BC dituntut melaksanakan reformasi lebih cepat dengan kinerja lebih tinggi. Tanda-tanda institusi Bea dan Cukai mundur kembali adalah mulai adanya ketidakpuasan pemangku kepentingan (stakeholder) terhadap kinerja Bea dan Cukai, berkaitan dengan pelayanan, ekspektasi, harapan dan perilaku koruptif. Dalam kondisi seperti tersebut, Thomas menyatakan, “reformasi menjadi jawaban.”
Setelah 17 tahun berkarier di Ditjen BC, Thomas Sugijata dipercaya menduduki jabatan strategis sebagai Direktur Pencegahan dan Penyidikan Penyelundupan (P2), “tangan kanan” dan “mata dan telinga” Dirjen Bea dan Cukai. Setelah itu, Thomas ditugaskan di Direktorat Perencanaan Penerimaan, kemudian menjabat Sekretaris Ditjen Bea dan Cukai (2001-2005).

Pada 2009, Thomas Sugijata dilantik kembali sebagai Direktur Penindakan dan Penyidikan (P2). Di pengujung tahun 2009, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melantik Thomas Sugijata sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

Buku ini diluncurkan secara resmi di Kantor Pusat Ditjen Bea dan Cukai, Kamis 23 Oktober 2025, dihadiri Sekjen Kementerian Keuangan Heru Pambudi – yang juga Dirjen Bea dan Cukai 2015-2021; Dirjen Bea dan Cukai 1991-1998 Soehardjo Soebardi; Dirjen Bea dan Cukai 2006-2009 Anwar Suprijadi; Direktur Kerja Sama Internasional Ditjen Bea dan Cukai Anita Iskandar mewakili Dirjen Bea dan Cukai Djaka Budhi Utama; Pelaksana Tugas Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) Kemenkeu Sudarto -yang juga Staf Ahli Menkeu Bidang Pengeluaran Negara; Staf Ahli Menkeu Bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak Agus Rofiudin; Staf Ahli Bidang Pembangunan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Haryo Limanseto; sejumlah narasumber buku, serta undangan lainnya.
Bedah buku yang dipandu Joppy T. Sentana ini selain menampilkan Thomas Sugijata, juga penulis Robert Adhi Ksp dan Pittor Saragih, serta Guru Besar Manajemen dari Universitas Pancasila Prof Arissetyo Nugroho.



Buku ini diberi pengantar oleh Menteri Keuangan 2006-2010 dan 2016-2025 Sri Mulyani Indrawati yang melantik Thomas Sugijata sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai pada akhir 2009. Sri Mulyani saat itu membutuhkan sosok Dirjen yang reformis, dan Thomas Sugijata adalah pilihan yang tepat.
Dalam sambutan saat pelantikan Thomas Sugijata sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Sri Mulyani menyampaikan bahwa keberhasilan dan prestasi yang sudah didapat Bea dan Cukai selama ini juga merupakan prestasi jajaran Bea dan Cukai yang tidak mudah didapatkan. Hal penting yang harus digarisbawahi di sini adalah penetapan Presiden ini merupakan langkah yang sangat penting untuk Bea dan Cukai karena ini merupakan kepercayaan yang diberikan oleh negara dan masyarakat usaha untuk peningkatan Bea dan Cukai ke depannya nanti.
Kepercayaan ini bukanlah tiket yang tidak ada konsekuensinya. “Konsekuensinya adalah Dirjen Bea dan Cukai maupun pejabatnya harus berhasil meningkatkan prestasi yang saat ini sudah didapat. Jika dirjen gagal, maka seluruh jajaran Bea dan Cukai akan gagal, dan ini ujian bagi Korps Ditjen Bea dan Cukai,” kata Sri Mulyani mengingatkan.
Pemimpin Visioner
Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Heru Pambudi dalam Prolog di buku ini menyebutkan, Thomas Sugijata adalah seorang pemimpin visioner yang telah memberikan kontribusi besar bagi sejarah reformasi Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai serta Kementerian Keuangan. Buku ini tidak sekadar mencatat perjalanan hidup seorang tokoh, tetapi juga merekam babak penting dalam perjalanan birokrasi Indonesia. Di dalamnya tergambar keteladanan seorang reformis sejati, berdedikasi, dan teguh hatinya sehingga menjadi bagian dari fondasi perubahan untuk sebuah institusi strategis di negeri ini.

“Karier Pak Thomas di lingkungan bea cukai adalah saksi bagaimana transformasi besar tidak pernah lahir dari proses yang singkat, melainkan melalui rangkaian langkah penuh perhitungan dan kerja keras yang konsisten. Pak Thomas memegang peranan penting dalam Tim Reformasi Kepabeanan dan Cukai pada tahun 2002–2005. Kepemimpinannya semakin nyata ketika dipercaya sebagai Ketua Tim Percepatan Reformasi sejak tahun 2006, hingga akhirnya beliau memimpin langsung institusi Bea dan Cukai sebagai Direktur Jenderal pada periode 2009–2011. Seluruh perjalanan ini adalah bukti nyata bahwa perubahan sejati menuntut visi yang jelas, keberanian mengambil risiko, dan keuletan dalam menghadapi berbagai tantangan,” ungkap Heru Pambudi.
Menurut Heru Pambudi, Thomas Sugijata dikenal sebagai sosok yang memiliki pandangan jauh ke depan — yang memahami bahwa reformasi birokrasi tidak dapat hanya mengandalkan peraturan atau sistem teknologi, melainkan harus dimulai dari pembentukan budaya organisasi yang kokoh. Bagi Thomas, pola pikir adalah fondasi utama. Jika pola pikir telah terbentuk dengan benar, maka tindakan akan selaras, dan kebijakan teknokratis pun dapat berjalan efektif. Filosofi ini tentulah terbentuk dari pengalaman panjang sejak awal menjadi pegawai, pengalaman saat memegang beberapa jabatan strategis dan pada akhirnya semakin nyata ia wujudkan melalui berbagai langkah konkret yang menandai masa kepemimpinannya sebagai direktur jenderal.
Reformasi dilakukan secara menyeluruh: mulai dari pembaruan regulasi, penguatan integritas, sampai pemanfaatan teknologi digital untuk meningkatkan pelayanan publik. Salah satu inovasi besar yang menjadi tonggak sejarah adalah pembentukan Passenger Analysis Unit (PAU), yaitu sistem pengawasan yang mampu memadukan data penerbangan dan informasi penumpang untuk mendukung penegakan hukum dan pencegahan penyelundupan narkoba. Saat itu, sedikit sekali negara yang mengembangkan sistem yang visioner ini dan kelak sangat dirasakan manfaatnya bukan hanya bagi bea dan cukai, tetapi juga bagi Indonesia.
Ketika Heru Pambudi ditunjuk oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk menjabat Direktur Jenderal Bea dan Cukai pada 1 Juli 2015, Heru segera meminta nasihat kepada Thomas Sugijata. “Dengan tegas beliau berpesan, ‘Kuatkan dan segerakan transformasi budaya.’ Pesan singkat tersebut mengandung makna yang dalam: reformasi bea dan cukai akan berhasil jika dimulai dari pembentukan pola pikir yang benar, peneguhan integritas, dan kedisiplinan yang kokoh. Dari landasan pola pikir inilah lahir pola tindakan yang menjadi strategi teknokratis. Perspektif ini menjadi pedoman saya dalam memimpin, sekaligus bukti bahwa esensi perubahan terletak pada manusia sebagai pelaku utama reformasi,” ungkap Heru Pambudi.
Peran dan Pengaruh Ayah
Selain memuat tentang Reformasi Birokrasi di Ditjen Bea Cukai, buku ini juga mengisahkan perjalanan karier Thomas Sugijata — yang lahir pada 1951 sebagai anak keenam dari delapan bersaudara, tiga tahun setelah Serangan 1 Maret 1949 di Yogyakarta. Ayahnya guru SD lulusan Sekolah Guru Van Lith Muntilan — yang memberikan teladan dan mengajarkan nilai- nilai integritas dan profesionalisme. Didikan dan teladan sang ayah mempengaruhi kehidupan anak- anaknya —termasuk Thomas.
Perjalanan hidup Thomas Sugijata terbentuk dari keluarga besarnya. Ayahnya seorang guru lulusan Sekolah Van Lith di Muntilan yang mengajarkan anak-anaknya tentang kehidupan. “Pengaruh bapak yang berprofesi sebagai guru SD sangat besar bagi perkembangan kami, anak-anaknya, termasuk Thomas Sugijata. Bapak mengajarkan kami nilai-nilai integritas dan profesionalisme,” kata Antonius Sujata, kakak kandung Thomas Sugijata.

“Bapak menulis pitutur atau nasihat-nasihat yang kemudian disampaikan dalam mocopat yang digelar setiap malam Jumat dalam inkulturasi doa di gereja. Semua ibadat inkulturasi dibawakan dalam bahasa Jawa. Substansinya terutama untuk memuji Tuhan, sekaligus memberikan pitutur kepada semua yang hadir agar selalu ingat kepada Tuhan, melaksanakan semua petunjuk-Nya, memohon pertolongan Tuhan, dan berserah diri pada Tuhan. Itulah yang menjadi panduan hidup kami semua, menjadi bekal spiritualitas dalam menghadapi segala tantangan hidup di kemudian hari. Saya yakin apa yang dialami Thomas Sugijata dalam perjalanan kariernya diwarnai oleh nilai-nilai yang telah diwariskan oleh orang tua kami. Bapak tak banyak bicara, tetapi memberikan teladan,” ungkap Anton Sujata yang pernah menjabat Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) dan Ketua Ombudsman RI.
Akuntan dan “Orang Lapangan”, Miliki Jiwa Kepemimpinan
Soehardjo Soebardi, Dirjen Bea dan Cukai 1991-1998 melihat Thomas Sugijata punya kemampuan tidak hanya di bidang akademik dan keilmuan sebagai akuntan, tetapi juga kemampuan sebagai orang lapangan dan memiliki kepemimpinan. Soehardjo menaikkan pangkatnya dan memberinya jabatan-jabatan strategis.

“Tidak semua orang mampu bekerja sebagai orang yang piawai beroperasi di lapangan, sekaligus sebagai akademisi yang ahli di bidang akuntansi. Thomas Sugijata punya kemampuan bekerja di lapangan dan mengendalikan wilayah rawan penyelundupan, sekaligus sebagai pemikir dan pakar yang menguasai bidang akuntansi. Dia mampu menggabungkan pengetahuannya dalam tugas-tugas di lapangan. Ini hal sulit dan tidak mudah, tetapi Thomas membuktikan dia mampu. Inilah yang mendasari alasan saya mempromosikannya. Selain itu, Thomas juga mampu menjalin koordinasi dan bersinergi dengan instansi terkait untuk memperlancar tugas-tugasnya di Ditjen Bea dan Cukai,” kata Soehardjo tentang Thomas Sugijata.
Buku ini dilengkapi dengan testimoni narasumber yang sebelumnya pernah menjadi anggota tim dan staf Thomas Sugijata. Haryo Limanseto — kini Staf Ahli Bidang Pembangunan pada Kementerian Koordinator Perekonomian (2024-sekarang) menungkapkan, Pak Thomas Sugijata adalah sosok yang berperan besar dalam reformasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Ketika Pak Thomas menjabat Direktur Jenderal Bea dan Cukai pada periode 2009-2011, institusi ini berada di persimpangan jalan. Dihadapkan pada tuntutan perubahan dari dalam dan luar, sekaligus dibebani tantangan struktural. Di tengah situasi itulah, Pak Thomas muncul sebagai figur yang tak hanya memahami kedalaman masalah, tetapi juga berani menawarkan jalan keluar.
“Pak Thomas bukan tipe pemimpin yang mencari ketenaran. Pendekatannya sederhana, tetapi kuat: membangun fondasi yang kokoh daripada mengejar perubahan kosmetik. Salah satu langkah visioner Pak Thomas yang saya kagumi adalah upaya beliau memaksimalkan fungsi dan peran Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai (PUSKI) — yang pada saat itu merupakan unit baru yang dibentuk sebagai bagian penting proses reformasi di tubuh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,” kata Haryo Limanseto yang juga Juru Bicara Kemenko Perekonomian (2020-sekarang).
Kushari Suprianto, Sekretaris Ditjen Bea dan Cukai (2015-2018) berpendapat, “Pak Thomas Sugijata layak disebut sebagai Bapak Reformasi Kepabeanan dan Cukai di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Di setiap penugasan, Pak Thomas selalu menciptakan inisiatif-inisiatif baru untuk menjadikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai lebih baik dalam upaya mendukung tugas pokok dan fungsi yang dibebankan undang-undang.”
Bagi Kukuh Sumardono Basuki, Kepala Kanwil Bea dan Cukai Kalimantan Timur (2021-2022), “Kesempatan bekerja sama dengan Pak Thomas Sugijata merupakan masa pengembangan diri yang paling mengesankan. Kebersamaan kami tidak lama, hanya sekitar lima hingga enam tahun, tetapi masa tersebut terasa penuh dengan hal-hal luar biasa, yang mematangkan perjalanan karier saya sebagai pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Lima sampai enam tahun membersamai Pak Thomas Sugijata merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi saya, lima sampai enam tahun yang mematangkan pemikiran dan pemahaman saya tentang peran strategis DJBC. Saya rasa, dalam kebersamaan kami, saya mengambil manfaat dan pelajaran berharga yang jauh lebih banyak dari sumbangan yang dapat saya berikan.”
Prof Hamdy Hady, dosen Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Persada Indonesia; dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Trisakti mengatakan, Thomas Sugijata seorang akuntan alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, adalah salah seorang perintis pendirian Direktorat Perencanaan Penerimaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan RI. Bahkan, pada tahun 2006-2010, Thomas Sugijata ditunjuk sebagai Ketua Tim Kerja Percepatan Reformasi, yang kemudian ditunjuk sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai periode 2009-2011. Hasilnya dapat kita lihat saat ini. Kinerja pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai semakin hari semakin baik dan membanggakan.
Menurut Bahaduri Wijayanta BM, Direktur Penindakan dan Penyidikan Ditjen Bea dan Cukai (2017-2024), generasi muda di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai perlu lebih mengenal Thomas Sugijata, sosok yang berperan penting mendorong reformasi Bea dan Cukai yang penuh tantangan dan kompleks. Thomas Sugijata adalah sosok pemimpin yang mampu menginspirasi timnya dalam menyusun strategi, sekaligus menggerakkan anggotanya untuk mengeksekusi keputusan.
“Pak Thomas Sugijata adalah peletak dasar reformasi Bea dan Cukai, yang bukan hanya bisa menuangkan ide dan gagasan dalam bentuk strategi, tetapi juga —ini yang tidak kalah penting— piawai dalam mengawal dan meyakinkan jajarannya: bagaimana strategi itu bisa dieksekusi dengan baik di jajaran Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada periode 2007-2011. Perubahan yang mendasar, serentak, dan berkesinambungan pun dilaksanakan di Bea dan Cukai. Faktor persistensi dan resiliensi Pak Thomas membuat reformasi di DJBC berjalan dengan baik,” kata Wijayanta.
Dalam pandangan Maimun, Kepala Kanwil Bea dan Cukai Sumatera Utara (2010-2012), salah satu kelebihan utama Thomas Sugijata adalah kemampuannya sebagai seorang problem solver yang andal. Dalam situasi yang penuh tekanan sekalipun, beliau mampu tetap tenang, menganalisis masalah secara menyeluruh, dan menemukan solusi yang praktis serta efektif. “Ketika menghadapi tantangan besar dalam mencapai target kerja, baik pada Direktorat P2 maupun pada Sekretariat, beliau memimpin tim dengan kepercayaan diri dan memberikan arahan yang jelas. Berkat kepemimpinan Pak Thomas, setiap target kerja yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan baik, bahkan sering kali melampaui ekspektasi,” katanya.
Joko Sugiyanto, Kepala Seksi Pelayanan Kepabeanan dan Cukai X KPPBC Tipe Madya Pabean A Tangerang (2015-2017) menilai, Thomas Sugijata adalah sosok pemimpin yang patut dijadikan teladan. Beliau dikenal sebagai pribadi yang low profile, pekerja keras, dan tidak mengenal lelah dalam menjalankan tugasnya. Kepada anak buahnya, beliau tidak hanya memberi arahan, tetapi juga membimbing dengan penuh kesabaran dan keteladanan.
Eddhie Sutarto, Kepala Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai Tanjung Emas Semarang (2010-2011) berpendapat, Thomas Sugijata adalah pemimpin tulodo laku utama, yang berintegritas dalam memimpin dan patuh dalam tata nilai dan budaya organisasi. “Beliau mendorong pengembangan kemajuan pembelajaran anak buah sekaligus sebagai pelaku yang mengembangkan pembelajaran,” tuturnya.
Bagi Septia Atma, Kepala Kanwil Bea dan Cukai Maluku, Papua, Papua Barat (2011-2015), banyak prestasi yang ditorehkan Thomas Sugijata semasa menjabat Kabid P2 di Tanjung Balai Karimun dan Direktur P2, di antaranya penangkapan kapal penyelundup yang mengangkut BBM, pasir timah, bahan peledak, tekstil dan produk tekstil, barang elektronik, dan MMEA, termasuk penangkapan pemilik pabrik pembuat pita cukai palsu di Jalan Andong, Slipi, Jakarta Barat, yang penuh tantangan dan liku-liku proses intelijen. Thomas selalu mengikuti proses penindakannya.
“Saya dan tim yang pernah bekerja di bawah komando Pak Thomas berterima kasih atas bimbingan dan prestasi yang telah dilalui bersama. Terima kasih atas bimbingan dan prestasi yang telah ditorehkan bersama untuk institusi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,” ujar Septia.
Keluarga, “Rumah” yang Hangat
Keluarga adalah “rumah” yang hangat bagi Thomas Sugijata. Di tengah kesibukannya mengabdi Negara, Thomas tidak melupakan istri dan anak-anaknya. Istrinya, Maria Eni Budi Utami, selalu mendukung dan membantu tugas-tugas suaminya hingga di puncak kariernya sebagai Direktur Jenderal Bea Cukai. Sosok ayah dengan karakter yang kuat: disiplin dan tegas telah membentuk tiga anaknya menjadi seperti saat ini. Kisah Thomas Sugijata dilengkapi dengan testimoni istri dan anak-anak, dan cucunya.

“Saya bersyukur karena Mas Gi (Pak Thomas Sugijata) dapat mendaki perjalanan kariernya di Bea dan Cukai sampai pada puncak yaitu sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Dalam tingkat kesibukan yang tinggi, Pak Thomas tetap memikirkan keluarga. Saya merasakan keseimbangan antara karier dan kehidupan, namun tidak berarti 50% karier dan 50% untuk keluarga. Memberi perhatian dan komunikasi dengan keluarga meskipun hanya sebentar waktunya tetapi saya menganggap tinggi kualitasnya. Hal ini yang dilakukan oleh Pak Thomas walaupun dalam tingkat kegiatan menyelesaikan tugas-tugas kantor yang sangat padat. Kebahagiaan untuk berkumpul dan berjalan bersama dengan keluarga menjadi kebiasaan yang sampai sekarang tetap konsisten,” ungkap Maria Eni Budi Utami, istri Thomas.
Anak pertama, Hendrikus Ardianto bercerita, ketika ayahnya bertugas sebagai Direktur Pencegahan dan Penyidikan Penyelundupan pada tahun 1996, sang ayah sering tampil di televisi dan surat kabar berkaitan dengan berita barang-barang selundupan narkotika dalam jumlah besar.
“Saya dan keluarga cukup tegang karena sering ada telepon gelap di tengah malam. Saya tidak bisa mengabaikan atau mematikan nada dering telepon, karena pada saat yang sama Papa selalu standby 24 jam untuk merespons telepon dari Tim Pemberantasan Penyelundupan seluruh Indonesia yang meminta arahan operasional di lapangan. Hampir setiap malam ada telepon yang tidak jelas asal-usulnya. Namun, Papa meyakinkan kami untuk tetap tenang dan tidak gentar, karena Papa percaya yang dilakukannya adalah hal baik sehingga Tuhan akan melindunginya dan keluarga,” ungkapnya.
“Keyakinan itu jugalah yang membuat Papa hingga menjabat Direktur Jenderal tidak pernah meminta penjagaan Petugas Keamanan Dalam Bea dan Cukai (PKD) seperti halnya pejabat lain. Bahkan, sampai driver yang rutin mengantarnya juga driver keluarga kami, bukan driver dari kantor,” cerita Hendrikus.
Anak kedua, Johanes Bayu Kristianto menuturkan, sejak dia kecil, ayahnya menanamkan nilai yang sangat kuat: hidup harus dijalani dengan kerja keras. Jangan mengandalkan privilege. Meski beliau seorang PNS, kami tidak pernah mendapat keistimewaan. Semua kami upayakan sendiri. Dan dari situlah kami belajar arti kemandirian, harga diri, dan perjuangan yang sesungguhnya.
“Kini Papa telah pensiun, tetapi semangatnya tetap menyala terus berkarya dan ingin berkontribusi. Saya juga bersyukur anak saya bisa tumbuh dekat dengan eyang kakungnya. Mereka sama-sama pecinta sepak bola, punya klub favorit yang sama, yaitu Arsenal, dan bisa menghabiskan waktu lama hanya untuk membahas pertandingan atau pemain andalan. Ada kehangatan lintas generasi di sana, dari Papa ke saya, dari saya ke anak saya. Itu sungguh tak ternilai,” urai Bayu.
Anak ketiga, Angela Christianti Natalia bercerita tentang hobi yang sama yaitu nonton sepak bola. “Kami sekeluarga punya klub bola favorit yang berbeda. Saya pendukung Manchester United, sedangkan Papa pendukung Arsenal. Saling ‘mengejek’ satu sama lain pada saat tim favorit kalah adalah hobi kamI,” ungkap Angela.
Apa yang Thomas telah lakukan dalam keluarga, membangun kebersamaan dalam komunitas dan kerja-kerja pelayanan, sebetulnya menjadi kewajiban Thomas dalam merealisasikan moto menjadi “man for others”.
Ucapan Terima Kasih
Buku Thomas Sugijata, Bekerja di Dapur Reformasi Birokrasi, biografí profesional Thomas Sugijata, Direktur Jenderal Bea dan Cukai periode 2009-2011, terwujud atas dukungan Pak Thomas Sugijata; Pak Heru Pambudi, Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan RI; Pak Bambang Juli Istanto, Sekretaris Badan Keuangan RI; Pak Bambang Juli Istanto, Sekretaris Badan Pendidikan dan Pelatihan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) Kementerian Keuangan(BPPK) Kementerian Keuangan RI; Afriansyah Darwin, Kepala Bagian Manajemen Pengetahuan, Komunikasi, dan Kerja Sama BPPK; dan Purnomo, Kabag di Sekretariat Jenderal Kemenkeu RI. Terima kasih kepada sahabat saya, Pittor Saragih, atas kerja sama dalam penulisan dan penyusunan buku ini.

Terima kasih kepada semua narasumber buku ini, termasuk di antaranya Bapak Antonius Sujata (kakak kandung Pak Thomas Sugijata), dan Bapak Soehardjo Soebardi (Dirjen Bea dan Cukai 1991-1998) yang menerima penulis di kediaman pribadi.
Terima kasih kepada Tim BPPK Akmal Rizki, Shirlee Marbun, Bilqis Ichsani, Timothty Yossi, Alfan Fahravi, yang memberi dukungan teknis untuk kelancaran penulisan buku ini. Terima kasih kepada Papyrus Photo dan Angela Christianti Natalia yang berkontribusi dalam pembuatan sampul depan.
Kementerian Keuangan RI memiliki banyak pemimpin yang layak diteladani oleh generasi muda. Mereka telah bekerja keras, membuat banyak legacy di Kemenkeu. Jika tidak terekam dalam buku, apa yang telah mereka sumbangkan dalam bentuk tenaga dan pemikiran untuk Kemenkeu dan Negara ini, tidak tercatat dan ada kemungkinan hilang dalam ingatan dalam beberapa tahun ke depan. Karena itulah, buku ini ditulis untuk tetap merawat sejarah yang menunjukkan bahwa Kementerian Keuangan dalam perjalanannya telah berupaya melaksanakan reformasi birokrasi dengan sungguh-sungguh —meski tidak selalu mulus dan sempurna.
Robert Adhi Ksp, 17 Oktober 2025

