ROBERT ADHI KSP
TRAGEDI kapal feri MV Sewol di Korea Selatan yang menenggelamkan ratusan penumpangnya berdampak serius. Pada Minggu (27/4), Perdana Menteri Korea Selatan Chung Hong-won menyampaikan permohonan pengunduran diri menyusul kemarahan rakyat dan keluarga korban penumpang kepada pemerintah memuncak. Pemerintah dinilai tidak mampu merespons krisis dengan cepat dan melakukan penyelamatan penumpang dengan segera.
Permohonan pengunduran diri PM Korsel Chung Hong-won langsung disetujui Presiden Korsel Park Geun-hye.
”Ketika saya melihat orang-orang bersedih dan berduka, saya pikir sudah waktunya bagi saya untuk mundur dengan rasa penyesalan yang mendalam. Saya mengambil tanggung jawab atas insiden ini dan saya mengundurkan diri sebagai perdana menteri,” kata Chung Hong-won di Gedung Pemerintah Terpadu di Seoul.
”Atas nama pemerintah, saya meminta maaf atas banyaknya persoalan, mulai dari mencegah kecelakaan kapal feri Sewon, sampai pada penanganan awal bencana ini. Terlalu banyak aturan tak jelas dan malapraktik dalam masyarakat kita. Saya harap ketidakberesan ini dikoreksi dan kecelakaan seperti ini tidak pernah terjadi lagi,” kata Chung dalam pernyataan resminya 11 hari setelah kapal feri Sewol tenggelam.
Chung memang menjadi sasaran amarah rakyat Korsel. Ketika Chung menemui keluarga korban di Pulau Jindo sehari setelah feri tenggelam, Chung dilempari botol air minuman oleh keluarga dan kerabat korban yang berkumpul di sana. Mereka marah dan kecewa dengan cara kerja pemerintah menangani kecelakaan laut itu.
Tragedi Sewol juga menyebabkan wakil kepala sekolah yang se- lamat dari peristiwa itu tewas gantung diri. Pihak berwajib Kosel sudah menangkap kapten kapal MV Sewol dan sejumlah awak kapal yang selamat.
Kecelakaan feri Sewol juga meningkatkan suhu politik di negeri ginseng itu. Kantor berita Korea Selatan, Yonhap, menyebutkan, pengunduran diri Chung Hong-won memunculkan spekulasi baru yaitu perombakan kabinet untuk mendengarkan kemarahan publik sekaligus memberikan darah baru bagi pemerintahan Park Geun-hye.
Chung Hong-won adalah pejabat pemerintah tertinggi di Korsel yang mengundurkan diri dan kehilangan jabatannya setelah terjadi bencana terburuk sejak 1995 ketika sebuah department store di Seoul roboh, dan menewaskan 501 orang.
Pengunduran diri Chung Hong-won ditanggapi sinis oleh keluarga penumpang yang hilang. ”Pengunduran diri itu tak ada artinya apa-apa. Dia tidak mau mengambil tanggung jawab atas kekacauan ini. Pemerintah tak becus melakukan operasi penyelamatan,” kata seorang ibu korban. Dia juga menyarankan agar Presiden Korea Selatan juga mundur.
114 masih hilang
Kapal feri Sewol berangkat dari Pelabuhan Incheon, sebelah barat Seoul, dan memuat 476 penumpang. Sebagian besar penumpang feri itu adalah siswa dan guru dari Danwon High School (Ansan City) yang melakukan perjalanan praktik lapangan ke Pulau Jeju.
Kapal itu berangkat pada 15 April malam setelah terlambat selama 2,5 jam. Perjalanan sepanjang 400 kilometer dari Incheon ke Jeju biasanya ditempuh dalam waktu 13,5 jam.
Pada 16 April pagi, kapal feri ini terbalik. Lokasinya kira-kira 2,7 kilometer lepas pantai Pulau Gwanmae di kawasan Jindo, Provinsi Jeolla Selatan, Korea Selatan.
Pada saat kapal terbalik, kondisi laut dilaporkan tenang dan kawasan yang dilintasi kapal itu bukan daerah karang.
Sampai Senin, sebanyak 188 orang ditemukan tewas. Sementara 114 orang lainnya masih hilang. Hanya 174 orang yang sejauh ini selamat, termasuk 22 dari 29 kru kapal feri tersebut.
Upaya pencarian korban yang hilang masih terus dilakukan meskipun terhambat cuaca buruk dan air laut yang sangat dingin.
Bekas Jepang
Kapal feri MV Sewol dibuat oleh perusahaan Jepang, Hayashikane Shipbuilding & Engineering Co Ltd. Kapal sepanjang 146 meter dan lebar 22 meter itu berkapasitas maksimum 956 penumpang, termasuk kru kapal. Feri ini juga mampu menampung 180 sampai 220 mobil, dan membawa 152 kontainer. Kecepatan maksimum MV Sewol 22 knot (41 km per jam).
Pada periode 1994-2012, kapal ini bernama Naminoue-Maru, dan beroperasi selama 18 tahun di Jepang. Pada Oktober 2012, kapal itu dibeli oleh Cheonghaejin Marine Company di Incheon, dan dinamakan MV Sewol. Perusahaan Korsel itu melakukan modifikasi kapal, termasuk menambah kabin penumpang di dek tiga, empat, dan lima, serta meningkatkan kapasitas penumpang dan berat kapal.
Setelah melalui pengecekan oleh Pemerintah Korea Selatan dan Korean Register of Shipping, kapal MV Sewol mulai beroperasi pada 15 Maret 2013. Kapal ini melayani rute dua-tiga kali seminggu dari Incheon ke Jeju.
Apa penyebabnya?
Tragedi tenggelamnya kapal feri MV Sewol di negara maju seperti Korea Selatan memang menyisakan pertanyaan, bagaimana bisa kapal feri itu tenggelam dengan cepat, dan bagaimana bisa upaya penyelamatan begitu lambat?
Penyebab kapal MV Sewol terbalik dan tenggelam itu sedang diselidiki. Ada beberapa dugaan penyebabnya.
Pertama, kapal kelebihan muatan. Kapal itu diduga memuat 3.608 ton kargo ketika berangkat dari Incheon. Padahal, kapasitasnya hanya 987 ton kargo.
Kedua, akibat renovasi. Profesor Kim Gill-Soo, profesor dari Departemen Teknologi Transportasi Maritim di Korea Mari- time University, menduga tam- bahan kabin penumpang di dek lantai tiga, empat dan lima, penyebab utama kecelakaan kapal.
Ketiga, berbelok mendadak. Ada dugaan kapal berbelok tiba-tiba sehingga kapal terbalik.
Teori lainnya disampaikan Lee Sang-Yun, profesor di Pukong National University, antara lain kecepatan abnormal. Sementara Gong Gil-Young, profesor rekayasa penerbangan pada Korea Maritime University, menduga terjadi ledakan dalam kapal.
Sementara itu, badan penjaga pantai (coast guard) Korea Selatan menduga MV Sewol menabrak karang karena cuaca saat itu berkabut.
Apa pun penyebabnya, tragedi kapal feri MV Sewol sedikit banyak telah merusak citra Korea Selatan sebagai negara maju.
SUMBER: DUDUK PERKARA, KOMPAS SIANG DIGITAL EPAPER, SENIN 28 APRIL 2014