ROBERT ADHI KSP

Robert Budi Hartono, pendiri Djarum dan pemilik Bank BCA

Pada 2009, buku pertamaku “Panggil Aku King”, biografi Liem Swie King (salah satu pebulu tangkis legendaris Indonesia) diterbitkan Penerbit Buku Kompas. Selain mewancarai King dan beberapa narasumber lainnya, aku berkesempatan mewawancarai Pak Robert Budi Hartono (pendiri dan pemilik PB Djarum) di kantornya  di kawasan Petamburan, Jakarta Pusat — yang menurutku relatif sederhana untuk ukuran orang terkaya di negeri ini. Mengenakan kemeja putih, Pak Budi mempersilakan aku dan King masuk ke ruang kerjanya. 

“Baru Anda Wartawan yang Diterima Pak Budi”

Sebelumnya, aku dan King sempat menunggu di ruang tamu. Public Relations Djarum (waktu itu) Renita Sari tampak kaget melihat aku dan King datang ke kantor itu, kemudian melihat Pak Robert Budi Hartono dengan ramah menerima kami di ruang kerjanya, ngobrol santai tanpa formalitas.

Setelah wawancara selesai, Renita menghampiriku. “Baru kali ini ada wartawan yang diperbolehkan datang dan diterima Pak Budi dengan santai. Dan wartawan itu adalah Anda,” kata Renita  terheran-heran. Prosedur yang lazim, wartawan yang akan mewawancarai pimpinan perusahaan itu harus melalui Renita. Tapi kok pada hari itu, Robert Budi Hartono mau menerimaku? 

Aku sebetulnya datang bukan sebagai wartawan Kompas, tetapi sebagai penulis buku biografi Liem Swie King. Aku sadar dan yakin betul, Pak Robert Budi Hartono bersedia menyediakan waktu wawancara karena ada faktor Liem Swie King — bekas anak didiknya. 

Bagaimanapun, aku sungguh merasa beruntung karena mendapat kesempatan mewawancarai Pak Robert Budi Hartono, bertemu muka langsung dan ngobrol santai. Sayangnya Pak Budi melarang pertemuan kami diabadikan sehingga momen bersejarah itu tidak terekam dalam gambar. 

Kisah Robert Budi Hartono yang mengangkat sendiri genset dari rumahya pada sore menjelang malam ke bangunan milik Djarum yang digunakan karyawannya melinting rokok pada pagi-sore hari. Di sanalah, Liem Swie King yang saat itu masih berusia remaja berlatih bulu tangkis. Sumber foto: buku “Panggi; Aku King” (tulisan Robert Adhi Ksp)
Liem Swie King saat masih muda. Sumber foto: dokumentasi Liem Swie King

Budaya Makan Siang di Kantin Karyawan

Setelah ngobrol tentang pengalamannya mengangkat sendiri genset agar King muda bisa berlatih pada malam hari di gudang (yang siang hari menjadi lokasi kerja buruh pabrik rokok), Pak Robert Budi Hartono mengajak kami makan siang di kantin. 

Yang menarik adalah pengusaha asal Kudus (sama seperti King) ini sabar antre, menunggu orang di depannya (baca: karyawannya) selesai memesan makanan buffet. Tak ada “mentang-mentang” Pak Robert Budi Hartono big boss, dia harus didahulukan. Itu pelajaran terbaik yang pernah aku lihat dan dapatkan langsung dari sosok Pak Robert Budi Hartono. 

Apa yang dilakukan Robert Budi Hartono itu tidak jauh berbeda dengan Amancio Ortega, pendiri Zara, yang masih makan siang bersama karyawannya di kantin perusahaan.  Kebiasaan ini memberikan kesempatan bagi Amancio Ortega untuk lebih dekat dengan timnya, mendengarkan ide dan masukan mereka, serta menciptakan lingkungan yang terbuka untuk kolaborasi. Selain itu, makan siang bersama juga memberikan kesempatan bagi karyawan untuk berinteraksi dengan pendiri perusahaan dan merasakan kehadiran dan perhatian yang ditunjukkan kepadanya. 

Menurut artikel Times 23 Juli 2017, pakaian Ortega juga sangat sederhana—dibandingkan dengan statusnya sebagai konglomerat perusahaan fashion Zara. Ortega setiap hari mengenakan blazer biru, kemeja putih, dan celana abu-abu. Amancio Ortega tinggal di gedung apartemen tersembunyi atau tidak mencolok bersama istrinya. Ortega juga sering mendatangi tempat ngopi yang sama di kota asalnya, La Coruna, di Spanyol.

Mark Zuckerberg, pemilik dan CEO Facebook (Meta), Instagram, dan Threads juga punya kebiasaan serupa: makan di kantin bersama karyawan di perusahaannya. Ini  salah satu aspek dari budaya perusahaan yang diusung oleh Facebook. 

Kebiasaan makan siang bersama karyawan adalah salah satu cara bagi Mark Zuckerberg untuk tetap terhubung dengan timnya dan menciptakan lingkungan yang inklusif. Dalam beberapa wawancara, Zuckerberg mengungkapkan pentingnya menjalin hubungan personal dengan karyawan serta mendapatkan wawasan langsung tentang pekerjaan dan pandangan mereka. Melalui makan siang di kantin karyawan, Zuckerberg memiliki kesempatan untuk berinteraksi secara informal dengan anggota timnya, mendengarkan ide dan masukan mereka, serta membangun hubungan yang lebih dekat. Zuckerberg percaya bahwa makan siang bersama membantu menciptakan budaya kerja yang inklusif dan merangsang kolaborasi serta inovasi di perusahaan.

Warren Buffet, salah satu orang terkaya di dunia juga punya kebiasaan serupa. Ini merupakan bagian dari pendekatan Warren Buffett yang sederhana dan rendah hati terhadap manajemen perusahaan. Warren Buffett melihat dirinya sebagai rekan kerja dan bagian dari timnya, bukan sebagai sosok otoritas yang jauh di atas mereka.

Dengan makan siang di kantin bersama karyawan, Warren Buffett berinteraksi secara langsung dengan mereka, mendengarkan ide dan masukan, serta memberikan peluang untuk berbicara secara informal. Ini menciptakan lingkungan yang inklusif di mana ide dan pandangan dari semua anggota tim dihargai.

Kebiasaan makan siang bersama karyawan juga mencerminkan nilai-nilai Warren Buffett yang mendorong budaya kerja yang transparan, terbuka, dan penuh kolaborasi. Dengan berada di antara karyawan pada saat makan siang, Buffett berusaha untuk memahami secara langsung dinamika perusahaan dan menjaga konektivitas dengan timnya.

Jadi intinya adalah: pengalamanku mewawancarai Robert Budi Hartono —yang berulang kali dinobatkan oleh Forbes sebagai orang terkaya di Indonesia dan di Asia Tenggara (bersama saudaranya, Michael Hartono), sampai sekarang masih membekas di ingatanku. Robert Budi Hartono sosok orang terkaya yang egaliter, bersahaja, dan rendah hati. 

NB: O ya, buku “Panggil Aku King” dalam waktu dekat ini dicetak ulang oleh Penerbit Buku Kompas. Kepastian ini saya dapatkan dari Mas Patris dari PBK, Rabu 12 Juli 2023. Kapan cetak ulang? Nantikan kabar selanjutnya yaa.

Robert Adhi Ksp, Victor Hartono, Liem Swie King di Kudus, Jawa Tengah, 2009

SUMBER: WEB PUSTAKA KSP KREATIF