Gambar

 

ROBERT ADHI KSP

Barclay PLC, bank kedua terbesar di Inggris dari segi aset, menghadapi persoalan serius. Data puluhan ribu nasabah bank itu diduga dicuri sejak tahun 2008.

Sebanyak 27.000 data pribadi nasabah, termasuk data keuangan, dicuri. Tidak jelas bagaimana data itu dicuri, tetapi surat kabar Inggris, The Mail on Sunday, Minggu (9/2), mengutip sumber yang dipercaya, menyebutkan, data nasabah Bank Barclay dijual ke broker dan akan digunakan untuk ”penipuan investasi”.

Data yang dicuri itu meliputi rincian pendapatan, tabungan, hipotek, masalah kesehatan, kebijakan asuransi, nomor paspor, dan nomor asuransi nasional. Sumber The Mail on Sunday mengungkapkan sudah mendapatkan memory stick berisi data 2.000 nasabah.

Data satu nasabah dihargai 50 poundsterling atau 82 dollar AS. Nasabah bank itu antara lain dokter, eksekutif bisnis, ilmuwan, dan musisi.

Barclay merupakan perusahaan jasa keuangan dan perbankan multinasional Inggris yang bermarkas di London.

Bank yang didirikan tahun 1690 itu merupakan bank universal yang beroperasi di lebih dari 50 negara dan memiliki 48 juta nasabah. Sampai tahun 2011, Barclay memiliki aset total senilai 2,42 triliun dollar AS, bank ketujuh terbesar di dunia.

Juru bicara Barclay PLC, Carey Withey, seperti dikutip Bloomberg, mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan regulator, nasabah, dan pemerintah Inggris tentang kebocoran data nasabah bank tersebut. Barclay bekerja sama dengan otoritas keamanan untuk mengejar pencuri data nasabah.

Situs The MarketWatch memaparkan, nasabah yang kehilangan data pada umumnya berhubungan dengan divisi keuangan perencanaan bank untuk meminta nasihat. Divisi ini sudah ditutup tahun 2011 setelah berlaku peraturan yang melarang bank memberikan nasihat keuangan secara gratis.

Beberapa tahun lalu, regulator Inggris mendenda sejumlah bank yang kehilangan pengawasan atas data nasabah.

Unit asuransi Zurich Financial Services didenda 2,27 juta poundsterling (3,7 juta dollar AS) setelah kehilangan data 46.000 nasabah. HSBC Holdings PLC juga didenda sekitar 3,2 juta poundsterling untuk persoalan serupa pada tahun 2009 ketika staf bank itu kehilangan compact disc berisi ribuan data nasabah.

Beberapa kasus lain

Kasus pencurian data nasabah bank berulang kali terjadi. Awal tahun 2014, Korea Selatan juga dikejutkan dengan berita senada. Sebanyak 20 juta data pribadi nasabah tiga bank Korea Selatan (atau sekitar 40 persen dari penduduk negeri itu) dicuri. Data nasabah yang dicuri itu berasal dari tiga perusahaan, yaitu KB Kookmin Bank, Lotte Card, dan Nonghyup Bank.

Data pribadi yang dicuri itu meliputi nomor identifikasi, alamat, dan nomor kartu kredit.

Pelakunya diduga seorang pegawai Biro Kredit Korea, perusahaan yang menawarkan manajemen risiko dan layanan deteksi penipuan. Pelaku menyalin data nasabah ke eksternal drive selama satu setengah tahun.

Eksekutif ketiga perusahaan Korsel itu meminta maaf kepada publik. Manajer puncak di tiga perusahaan itu pun mengundurkan diri (CNN Money, 21 Januari 2014).

Kasus serupa terjadi di Standard Chartered Bank Singapura dalam skala kecil. Akhir tahun 2013, data 647 nasabah kaya dibobol. Informasi bulanan rekening mereka milik 647 nasabah itu ditemukan di laptop milik Raj Arokiasamy. Setelah diselidiki polisi, informasi bulanan itu dicuri melalui server di Fuji Xerox, mitra pencetak data Standard Chartered Bank.

Beberapa bank di Swiss juga mengalami pencurian data nasabah dalam lima tahun terakhir ini. Beberapa informasi disebutkan berada di tangan pemerintah beberapa negara (Reuters, 5 Desember 2013).

Mantan pegawai HSBC Swiss, Herve Falciani, mantan pegawai di bidang teknologi informasi, mencuri 130.000 data antara tahun 2006 dan 2007.

Data nasabah yang dicuri Falciani ternyata membongkar kasus penggelapan pajak dan pencucian uang yang dilakukan nasabah. Pemerintah beberapa negara menggunakan data yang bocor itu untuk mengejar nasabah yang menghindar membayar pajak.

Pembocoran data nasabah ini juga mengungkap kasus lainnya. HSBC dipaksa harus membayar 1,9 miliar dollar AS setelah Senat AS menemukan kesalahan HSBC yang membiarkan pencucian uang terjadi dan memungkinkan teroris dan kartel narkotika masuk ke sistem keuangan AS (Spiegel, 16 Juli 2013).

Dalam perkembangan teknologi yang kian canggih, data nasabah di bank yang keamanannya sudah ketat pun tetap berisiko bocor dan kemudian diperjualbelikan. Kasus-kasus yang menimpa berbagai bank swasta yang terkemuka di dunia merupakan contoh.

Di Amerika Serikat, pencurian data nasabah terus terjadi dan merupakan sophisticated crime. Pada tahun 2007, data 45 juta nasabah dan pelanggan korporat di AS dicuri, termasik TJ Maxx dan Marshalls.

Jaringan toko buku Barnes & Nobles mengalami hal yang sama. Perangkat magnetik di 63 toko di sembilan negara bagian di AS dibobol. Tahun 2011, akun 100 juta pengguna jaringan video gameSony PlayStation dibobol.

Ini menunjukkan, pencurian data tidak hanya terjadi di bank, tetapi juga di industri ritel yang memiliki banyak pelanggan.

Kejahatan mengikuti perkembangan zaman. Ketika saat ini teknologi menguasai dunia, kejahatan yang memanfaatkan teknologi juga berkembang.

 SUMBER: DUDUK PERKARA, SENIN, 10 FEBRUARI 2014