ROBERT ADHI KSP
Brasil diguncang demonstrasi besar-besaran, Minggu (15/3). Sekitar 1 juta pengunjuk rasa di 22 negara bagian di negeri itu menuntut Presiden Brasil Dilma Rousseff dimakzulkan. Pemerintahan Rousseff menghadapi krisis ekonomi dan skandal korupsi masif yang melibatkan perusahaan minyak negara Petrobras.

Pengunjuk rasa di Sao Paulo dalam aksi demonstrasi besar-besaran, Minggu (15/3), menuntut Presiden Brasil Dilma Rousseff dimakzulkan. Hal itu dilakukan menyusul terbongkarnya skandal suap dan korupsi di Petrobras, perusahaan minyak negara itu.

Demo Brasil

Brasil dengan ekonomi ketujuh terbesar di dunia pada 2013 kini masuk dalam kondisi resesi pada 2015. Hal itu terutama sebagai dampak dari inflasi tinggi dan merosotnya nilai mata uang Brasil yang mencapai titik terendah dalam 12 tahun terakhir.

Padahal, Brasil, anggota BRIC (Brasil, Rusia, India, Tiongkok), sempat diprediksi Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia sebagai salah satu dari lima negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia. Pendapatan per kapita Brasil pada 2013 tercatat 11.173 dollar AS atau berada di posisi ke-60 (menurut IMF).

Demo besar-besaran di seluruh Brasil yang didukung partai politik oposisi ini terutama dipicu skandal Petrobras yang bergaung keras sejak akhir 2014. Para penyelidik Brasil menemukan bukti adanya pencucian uang dalam jumlah besar di Petrobras. Belasan politisi, sebagian dari partai politik berkuasa pendukung Rousseff, terlibat dalam penyuapan itu.

Presiden Rousseff tidak ikut diselidiki, tetapi Rousseff merupakan Menteri Energi Brasil dan juga Chairwoman Petrobras selama kasus penyuapan dan korupsi terjadi di Petrobras. Sebelum menjadi perempuan presiden pertama di Brasil pada 2011, Rousseff yang berasal dari Partai Pekerja merupakan Kepala Staf Presiden Lula da Silva. Dia memenangi pemilihan umum pada Oktober 2010, salah satu pemilu paling ketat di Brasil.


Para pengunjuk rasa berdemo di 22 negara bagian di Brasil dan di ibu kota Brasilia. Aksi demo terbesar terjadi di Sao Paulo, kota utama yang dikuasai oposisi. Polisi memperkirakan, jumlah pengunjuk rasa mencapai 1 juta orang. Sebagian besar pendemo mengenakan pakaian dengan warna sama dengan warna bendera dan tim nasional sepak bola Brasil (“Big Protest in Brazil Demand President Rousseff’s Impeachment”, BBC, 16 Maret).

Di Rio de Janeiro, pendemo berkumpul di Pantai Copacobana, sedangkan di kota Brasilia, pendemo berkumpul di depan kantor pusat pemerintahan. Aksi unjuk rasa ini bernuansa pesta. Banyak dari mereka mengenakan pakaian berwarna-warni-hijau, biru, dan kuning (warna bendera)-dan menyanyikan “Keluarlah Dilma”.

Namun, aksi unjuk rasa itu ditanggapi santai oleh Menteri Kehakiman Jose Eduardo Cardozo. Pemerintah Brasil melihat demo besar-besaran itu sebagai ekspresi dari demokrasi.

Mengapa Presiden Rousseff jadi sasaran amarah? Rakyat kecewa karena perekonomian negeri bukannya membaik, tetapi sebaliknya makin terpuruk. Di sisi lain, korupsi di tubuh pemerintah semakin merajalela. Selama beberapa dekade terakhir, rakyat Brasil sudah hidup dalam pemerintahan yang korup.

“Saya cinta Brasil. Saya cinta negara saya. Saya bosan dengan korupsi. Tidak masalah dari partai politik mana Anda berasal, tapi kami sudah bosan dirampok politisi,” kata seorang pengunjuk rasa di Sao Paulo yang berkumpul di Paulista Avenue (“Brasil Protests Demand Impeachment of President Dilma Rousseff”, CNN, 16 Maret).

Skandal Petrobras

Skandal Petrobras yang mengemuka akhir tahun lalu menggerus popularitas Presiden Rousseff. Popularitas Rousseff turun dari 42 persen menjadi 23 persen pada 2014, menurut DataFolha.

Petrobras merupakan perusahaan minyak nasional, salah satu perusahaan paling berpengaruh dan paling kaya di negeri itu serta termasuk yang terbesar di dunia. Rousseff, yang memenangi pemilu bulan Oktober 2010 dengan angka tipis, sebelum menjabat Presiden Brasil merupakan Chairwoman Petrobras.

Petrobras, raksasa perusahaan minyak milik negara, tidak hanya terbesar di Brasil, tetapi juga paling dikenal di Amerika Latin. Tahun 2010, Petrobras merupakan salah satu perusahaan minyak dengan penjualan tertinggi dalam sejarah, mencapai 70 miliar dollar AS. Namun, investigasi belum lama ini yang dilakukan Kepolisian Federal Brasil menunjukkan, Petrobras adalah pusat dari skandal korupsi terbesar dalam sejarah Brasil. Sejumlah petinggi Petrobras dituduh menerima suap dari perusahaan konstruksi dan menyalurkan dana itu ke partai-partai politik koalisi yang berkuasa.

Polisi Federal Brasil menangkap 23 orang, termasuk mantan petinggi Petrobras, Renato Duque, serta 19 presiden dan eksekutif perusahaan konstruksi dan teknik terbesar di negeri itu. Perusahaan-perusahaan itu dituduh membentuk kartel untuk mengatur harga proyek infrastruktur Petrobras (“Petrobras Scandal: Brazil’s Energy Giant Under Pressure”, BBC, 21 November 2014).

Mantan Direktur Petrobras Paulo Roberto Cosata yang bekerja di perusahaan itu pada 2004-2012 mengatakan kepada penyelidik, politisi menerima komisi 3 persen dari nilai kontrak selama periode tersebut.

Beberapa eksekutif perusahaan minyak itu kepada penyelidik mengatakan, eksekutif Petrobras dan politisi disuap untuk mengamankan kontrak Petrobras. Mahkamah agung memerintahkan penyelidikan atas keterlibatan 40 politisi, sebagian besar berasal dari partai politik berkuasa, anggota DPR, dan anggota senat.

Skandal Petrobras menyeret banyak perusahaan lain. Sembilan perusahaan konstruksi terbesar di Brasil yang diselidiki adalah Camargo Correa, OAS, UTC, Odebrecht, Mendes Junior, Engevix, Queiroz Galvao, Iesa, dan Galvao Engenharia. Perusahaan-perusahaan ini termasuk penyumbang utama kampanye partai politik.

Rousseff yang memimpin Petrobras sebagai chairwoman pada 2003-2010 ikut terseret meskipun dia membantah mengetahui kasus penyuapan dan korupsi itu. Dilma menekankan, pemerintahannya mendukung penuh penyelidikan kasus ini dan siapa pun yang terbukti bersalah harus dihukum.

“Petrobras merupakan perusahaan paling penting di Brasil dan kini kami berjuang memperbaiki pertumbuhan ekonomi. Skandal suap terbesar ini tidak memberi pesan positif bagi investor potensial,” kata ekonom Silvio Campos Neto dari perusahaan konsultan Tendencias.

Korupsi merupakan persoalan endemik di negara berkembang. Namun, Sergio Lazzarini, profesor sekolah bisnis Insper, melihat dari sisi positif. Skandal ini memperlihatkan, Brasil memiliki institusi kuat yang mampu melakukan investigasi dan mengungkap kasus ini meskipun melibatkan pebisnis dan politisi berpengaruh.

Mampukah Presiden Rousseff keluar dari tekanan politik dalam negeri dan jeratan skandal suap Petrobras?

robert.adhiksp@kompas.com

SUMBER: SUDUT PANDANG, KOMPAS PRINT.COM, HARIAN KOMPAS DIGITAL, SELASA 17 MARET 2015