oleh ROBERT ADHI KSP
Tanggal 31 Mei 1980, Petrus Kanisius Ojong atau dikenal dengan nama P.K. Ojong meninggal dunia. P.K. Ojong lahir pada 25 Juli 1920 dengan nama Auw Jong Peng Koen di Bukittinggi, Sumatera Barat. Bersama Jakob Oetama, P.K. Ojong mendirikan majalah bulanan Intisari pada 1963, dan kemudian mendirikan Harian Kompas pada 1965. Intisari dan Kompas adalah cikal bakal Kelompok Kompas Gramedia. Sejak 1970 hingga akhir hayatnya, P.K. Ojong adalah Pemimpin Umum PT Penanaman Modal Dalam Negeri Gramedia yang bergerak di bidang penerbitan.
Lulus Sekolah Dasar di Payakumbuh dan MULO di Padang, P.K. Ojong meneruskan pendidikan ke Sekolah Guru Atas Negeri di Jatinegara, Jakarta Timur dan lulus pada 1940. P.K. Ojong sempat empat tahun menjadi guru, setelah itu menekuni bidang jurnalistik. Sejak 1946 sampai 1951, P.K. Ojong menjadi anggota redaksi surat kabar harian Keng Po dan mingguan Star Weeekly. P.K. Ojong sambil melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan lulus pada 1951.

Berikut ini ringkasan buku-buku karya P.K. Ojong dan satu buku tentang P.K. Ojong tulisan Helen Ishwara (koleksi perpustakaan pribadi saya).
“Kompasiana”
Buku berjudul Kompasiana yang diterbitkan Gramedia pada 1981 ini buku pertama karya P.K. Ojong yang saya beli dan saya miliki. Saya membelinya di Gramedia Bandung pada 1 Maret 1983, dan saat itu saya masih kuliah tahun pertama di Universitas Padjadjaran.
Buku setebal 816 halaman itu merupakan kumpulan esai jurnalistik P.K. Ojong tentang berbagai masalah yang pernah dimuat di rubrik Kompasiana di Harian Kompas antara tahun 1966 dan 1971. Esai-esai itu ditulis pada tahun-tahun pertama setelah pergantian periode Orde Lama ke Orde Baru. Sekitar 500-an esai P.K. Ojong itu dikumpulkan oleh Frans Meak Parera, anggota staf redaksi penerbit Gramedia.

Rubrik Kompasiana memiliki banyak penggemar karena ditulis dengan gaya yang segar, lugas, kuat, dan isinya bervariasi, menyangkut berbagai persoalan yang hangat pada masanya.
P.K. Ojong menguraikan permasalahan secara konkret. Untuk menggambarkan berapa nilai uang dua miliar rupiah misalnya, Ojong menulis, jika digunakan untuk mendirikan sekolah, uang sejumlah itu dapat digunakan untuk membangun 25 gedung SD.
JAKOB OETAMA DALAM KATA PENGANTAR BUKU “KOMPASIANA”
Menurut Jakob Oetama yang menulis kata pengantar dalam buku ini, Kompasiana memperkaya bahan-bahan jurnalisme Indonesia dan sejarah kontemporer Indonesia. Bentuk dan gayanya khas: pendek, ringkas, padat. Gaya bahasanya lugas tetapi kuat dan ekspresif dengan pilihan kata-kata yang tepat.
P.K. Ojong menguraikan permasalahan secara konkret. Untuk menggambarkan berapa nilai uang dua miliar rupiah misalnya, Ojong menulis, jika digunakan untuk mendirikan sekolah, uang sejumlah itu dapat digunakan untuk membangun 25 gedung SD. “Dia suka membuat perbandingan. Ketika menulis perjalanan pertamanya ke Eropa, dia membandingkan lawatannya naik pesawat terbang dengan perjalanan Ibnu Batuta naik kapal laut sehingga memberi gambaran lebih jelas sekaligus memperkaya pengetahuan pembaca secara konkret,” tulis Jakob Oetama dalam pengantar buku tertanggal 5 Januari 1981.

Buku ini dibagi dalam 10 bab, yaitu Media Massa, Masalah Politik, Masalah Asimilasi, Pendidikan dan Golongan Cendekiawan, Pelayanan Masyarakat, Tertib Hukum, Masalah Kebudayaan, Masalah Ekonomi, Model-model Kepemimpinan, dan Serba-serbi Kota Jakarta.
Membaca “Kompasiana” seperti membaca sejarah kontemporer yang ditulis dengan gaya yang asyik dan enak dibaca. Esai-esai P.K. Ojong ini menunjukkan pengetahuan penulisnya yang sangat luas.
Membaca buku Kompasiana seperti membaca sejarah kontemporer yang ditulis dengan gaya yang asyik. Esai-esai P.K Ojong ini sekaligus menunjukkan pengetahuan penulisnya yang sangat luas.
“Perang Pasifik” (Editor: RB Sugiantoro)
Buku “Perang Pasifik” karya P.K Ojong yang diterbitkan ulang oleh Penerbit Buku Kompas (PBK) pada Juni 2001 dan diberi pengantar oleh sejarawan Onghokham ini merupakan kumpulan karangan P.K. Ojong yang pernah dimuat di mingguan Star Weekly sejak 15 Desember 1956 hingga 11 Mei 1957. Tulisan-tulisan itu diterbitkan kali pertama dalam bentuk buku pada 1957 oleh Penerbit PT Keng Po. Pada masa itu, buku tersebut satu-satunya buku berbahasa Indonesia yang paling komprehensif mengupas Perang Dunia II di Kawasan Asia Pasifik.

Buku terbitan PBK setebal 352 halaman ini memuat kisah dimulainya serangan Jepang terhadap Pearl Harbor pada Minggu pagi 8 Desember 1941 waktu Amerika Serikat sampai upacara resmi menyerahnya Dai Nippon di geladak kapal perang Missouri pada hari Minggu 2 September 1945.
Penerbitan ulang buku “Perang Pasifik” ini untuk melestarikan karya P.K. Ojong, salah satu pendiri Harian Kompas dan Kompas Gramedia. Penerbitan buku ini juga bertujuan agar generasi muda mengenali sejarah sangat penting yang mengubah sendi-sendi dasar dunia di kawasan Asia Pasifik, termasuk di antaranya mempercepat pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, dua hari setelah Jepang menyerah tanpa syarat.
RB SUGIANTORO, EDITOR BUKU “PERANG PASIFIK”
Menurut editor buku ini, RB Sugiantoro, penerbitan ulang buku “Perang Pasifik” ini untuk melestarikan karya P.K. Ojong, salah satu pendiri Harian Kompas dan Kompas Gramedia. Penerbitan buku ini juga bertujuan agar generasi muda mengenali sejarah sangat penting yang mengubah sendi-sendi dasar dunia di kawasan Asia Pasifik, termasuk di antaranya mempercepat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, dua hari setelah Jepang menyerah tanpa syarat.
Setelah membaca buku “Perang Pasifik” ini, saya makin yakin P.K Ojong memang penulis yang berwawasan sangat luas. Buku ini ditulis Ojong sebelas tahun setelah Perang Pasifik usai. Tidak heran bila tulisan-tulisan P.K. Ojong selalu ditunggu para pembaca Star Weekly pada masa itu.
“Perang Eropa” Jilid I, II, III (Editor: RB Sugiantoro)
Tiga jilid buku berjudul “Perang Eropa” karya P.K. Ojong ini merupakan kompilasi dari serial tulisannya yang pernah dimuat di majalah mingguan Star Weekly pada tahun 1950-an dan 1960-an. P.K. Ojong pernah menuangkan sebagian kecil dari seri tulisannya dalam bentuk buku tipis dua jilid, yang diterbitkan PT Saka Widya, Djakarta, pada 1962 dan 1963. Semua dokumentasi ini dikumpulkan oleh editor buku, RB Sugiantoro.

Buku yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas ini diberi pengantar oleh Dr CPF Luhulima dan Dr Ninok Leksono (saat itu pengajar mata kuliah Sejarah Dunia Modern di Jurusan Hubungan Internasional FISIP UI dan Redaktur Senior Kompas).
Buku “Perang Eropa” jilid pertama setebal 504 halaman yang diterbitkan Juli 2003 mengisahkan awal pecahnya peperangan di Eropa hingga pendaratan Sekutu di Afrika Utara.

Buku “Perang Eropa” jilid kedua setebal 410 halaman yang diterbitkan November 2004 mengisahkan jalannya peperangan di Eropa hingga tercapainya superioritas udara Sekutu yang merupakan faktor terpenting dalam proses peperangan selanjutnya. Buku ini juga mengungkapkan pertempuran hebat di Italia, serta peranan dan keberanian gerilyawan dan partisan terhadap pendudukan Jerman di negeri masing-masing.
Adapun buku “Perang Eropa” jilid ketiga setebal 396 halaman yang diterbitkan pada Juli 2005 memuat kisah pendaratan di Italia, D-Day di Normandia, kekalahan Jerman di Front Timur, hingga runtuhnya Nazi Jerman (The Third Reich) pada awal Mei 1945.

Tiga jilid buku “Perang Eropa” karya P.K Ojong ini membawa kita pada sejarah Perang Dunia II, bagian sejarah dunia yang sangat penting, yang mengubah sebagian peta dunia. Menurut saya, akan lebih menarik bila membaca buku sejarah ini dikombinasikan dengan menikmati film-film bertemakan Perang Dunia II dari “Dunkirk” sampai “Schindler’s List”. Ya kan?
“P.K. Ojong – Hidup Sederhana Berpikir Mulia” (Penulis: Helen Ishwara)
Buku “P.K. Ojong – Hidup Sederhana Berpikir Mulia” yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas, September 2001 adalah buku biografi tentang Petrus Kanisius Ojong, yang ditulis Helen Ishwara dan diberi pengantar oleh Jakob Oetama.
Buku setebal 340 halaman ini juga memuat kesan sejumlah sahabat P.K. Ojong selain Jakob Oetama, juga Mochtar Lubis, Mohamad Roem, Arief Budiman, dan Ide Anak Agung Gde Agung.

“Warisan P.K. Ojong tentu saja Kelompok Kompas Gramedia. Bagi saya, rekan-rekan pimpinan dan karyawan, warisan tersebut adalah visi, nilai-nilai, semangat serta kultur perusahaan yang ia tinggalkan. Kejujuran, kerja keras, jangan ngomong saja, tetapi lakukan, get things done. Manajemen tekan tombol tidak jalan. Manajemen harus juga bersedia turun ke lapangan. Karyawan merupakan aset utama, perhatikan, peduli, dan libatkan karyawan. Berikan kesempatan kepada orang-orang muda, termasuk kesempatan belajar dan mengembangkan diri. Gaji cukup bukan hanya cukup untuk karyawannya, tetapi juga untuk keluarganya,” tulis Jakob Oetama dalam kata pengantarnya.
Ojong bersahabat dengan orang-orang muda pada masanya seperti Goenawan Mohamad, Ajip Rosidi, Taufik Ismail, Arief Budiman, Soe Hok Gie, dan sering terlibat diskusi. Ojong suka membantu seniman, budayawan, dan cendekiawan muda.
P.K. Ojong gigih dan konsisten. Keterlibatannya dalam pekerjaan besar membangun Indonesia Baru yang bersendikan kesamaan martabat manusia, menghayati kemanusiaan, tidak mengenal diskriminasi, berkesejahteraan sosial dengan pilar keadilan sosial. Pandangan dan sikap hidup kemasyarakatannya lebih dekat dengan Bung Karno, Bung Hatta, Sutan Sjahrir, Soedjatmoko, Mohamad Roem, daripada yang lain-lainnya.
JAKOB OETAMA DALAM KATA PENGANTAR “P.K. OJONG – HIDUP SEDERHANA BERPIKIR MULIA”
P.K. Ojong bersama almarhum Yap Thian Hien, Ali Sadikin, Adnan Buyung Nasution, dan lain-lainnya mendirikan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum. “P.K. Ojong gigih dan konsisten. Keterlibatannya dalam pekerjaan besar membangun Indonesia Baru yang bersendikan kesamaan martabat manusia, menghayati kemanusiaan, tidak mengenal diskriminasi, berkesejahteraan sosial dengan pilar keadilan sosial. Pandangan dan sikap hidup kemasyarakatannya lebih dekat dengan Bung Karno, Bung Hatta, Sutan Sjahrir, Soedjatmoko, Mohamad Roem. daripada yang lain-lainnya,” tulis Jakob Oetama.
Kemanusiaan adalah unsur pokok dalam pandangan hidup P.K. Ojong tentang masalah-masalah kemasyarakatan. “Iman baginya bukan harus memisahkan dan meruncingkan, melainkan menjadi motivasi dan inspirasi untuk mengangkat dan mensublimir kemanusiaan,” demikian Jakob Oetama tentang P.K. Ojong.
Mochtar Lubis mengungkapkan, dia dan Ojong sama-sama terlibat dengan kawan-kawan lainnya dalam usaha menerbitkan majalah sastra Horison. Menurut Lubis, “Ojong sejak semula memberikan perhatian yang amat besar pada majalah ini, dan tanpa bantuan Ojong (sering juga berupa bantuan pinjaman uang jika kas Horison sedang kosong), maka majalah ini tidak akan berumur panjang. Ojong tidak hanya memikirkan dan membantu dari segi tata usahanya, tetapi selalu ikut dalam perundingan redaksi untuk merumuskan isi majalah itu, dan berbagai program seni dan budaya lain yang digelar Yayasan Indonesia, penerbit majalah Horison.”
P.K. Ojong seorang kolektor buku. Kami berdua sering ke toko-toko buku terbesar di Pasar Senen untuk mencari buku-buku sesuai dengan selera kami. Beliau punya minat besar terhadap perpustakaan. Ojong seorang organisator yang sangat baik, menyusun perpustakaan Keng Po dengan membeli buku-buku terbitan baru di luar dan di dalam negeri. Perpustakaan Keng Po pada masa itu menjadi yang terbaik di Jakarta.
IDE ANAK AGUNG GDE AGUNG, SAHABAT P.K. OJONG DALAM BUKU “P.K. OJONG – HIDUP SEDERHANA BERPIKIR MULIA”
Mochtar Lubis juga mengungkapkan, dia dan P.K. Ojong terlibat dalam pembentukan Yayasan Obor. “Peran Ojong dalam Yayasan Obor sangat besar. Sebagai seorang yang banyak membaca dan mempunyai minat yang luas, sumbangan pikirannya dalam memilih buku senantiasa mendapat perhatian para anggota yang lain, terlebih sumbangan manajemen yang diberikannya tidak ternilai harganya,” ungkap Lubis.
Ida Anak Agung Gde Agung berpendapat, “P.K. Ojong adalah seorang kolektor buku berbagai jenis. Kami berdua sering ke toko-toko buku terbesar di Pasar Senen untuk mencari buku-buku yang sesuai dengan selera kami. Beliau punya minat besar terhadap perpustakaan. Ojong seorang organisator yang sangat baik, menyusun perpustakaan Keng Po dengan membeli buku-buku terbitan baru di luar dan di dalam negeri sehingga perpustakaan ini terbaik di Jakarta pada masa itu.”
Buku “P.K. Ojong – Hidup Sederhana Berpikir Mulia” karya Helen Ishwara ini menyampaikan kepada kita tentang sosok seorang yang sederhana, hemat, berdisiplin, kutu buku, pencinta tanaman, pendukung asimilasi, dan tentu saja salah seorang pendiri perusahaan media di Indonesia yang sudah berpikir jauh ke depan dengan melakukan diversifikasi usaha.
Buku “P.K. Ojong – Hidup Sederhana Berpikir Mulia” merupakan perjalanan hidup salah satu pendiri Kompas Gramedia dan sejarah pers Indonesia. Bbuku tulisan Helen Ishwara ini menyampaikan kepada para pembaca tentang sosok seorang yang hemat, sederhana, berdisiplin, kutu buku, pencinta tanaman, pendukung asimilasi, dan tentu saja salah satu pendiri perusahaan media di Indonesia yang sudah berpikir jauh ke depan dengan melakukan diversifikasi usaha.
Buku-buku karya P.K Ojong dan tentang P.K Ojong ini tetap relevan untuk dibaca generasi milenial dan generasi Z. Penerbit Buku Kompas menyebutkan, buku-buku serial “Perang Eropa”karya P.K Ojong sudah diperbarui dan para pencinta buku sudah dapat memesannya melalui link ini. maupun membelinya di toko buku Gramedia. Adapun buku “Kompasiana” dan “Perang Pasifik” masih dalam proses diperbarui.
O ya, sudahkah Anda membaca buku hari ini? Yuukk…
ROBERT ADHI KSP, pencinta buku dan penulis buku