kotatua<
ROBERT ADHI KSP

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membentuk konsorsium Kota Tua untuk mempercepat realisasi revitalisasi Kota Tua. Di tangan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama, Kota Tua Jakarta yang selama ini ditelantarkan akan berubah wajah.

Pekan lalu, Kepala Dinas Pariwisata DKI Jakarta Arie Budhiman menyatakan, program revitalisasi Kota Tua akan dimulai secara resmi pada Maret 2014. Akan ada lembaga berbentuk badan hukum PT yang akan melaksanakan revitalisasi di kawasan Kota Tua.

Langkah Pemprov DKI merevitalisasi Kota Tua Jakarta patut diberi apresiasi. Bertahun-tahun lamanya, kawasan Kota Tua Jakarta disia-siakan. Sudah berapa gubernur berganti, tetapi program revitalisasi Kota Tua hanya wacana. Padahal, wajah sebuah kota dilihat dari wajah kota tuanya. Sejarah dan peradaban kota dapat ditelusuri dari kehadiran kota tua. 

Kita bandingkan dengan kota-kota tua di Eropa. Setiap kali kita datang ke sejumlah kota di Eropa, kita dapat menikmati suasana kota tua yang nyaman. Bangunan-bangunan tua yang dirawat apik difungsikan sebagai museum, resto, atau toko suvenir. Jutaan turis datang dan pergi menikmati suasana kota tua. Dari kota tua, orang belajar sejarah sebuah kota masa lalu.

Hampir semua kota di Eropa memiliki kawasan kota tua yang layak dikunjungi dan dinikmati. Sejarah kejayaan Eropa berabad-abad silam tecermin dari kawasan kota tua. Misalnya, Italia, Jerman, Perancis, Belanda, Inggris, Austria, Belgia, dan negara-negara lainnya. Ke mana pun kita melangkah, ada sejarah di balik dinding-dinding kota.

Kota-kota di Eropa menangguk keuntungan berlipat ganda dari kehadiran wisatawan dari belahan dunia. Turis-turis yang datang tidak hanya berbelanja ke Galleries Lafayatte di Boulevard Hausmaan di Paris, tetapi juga menikmati Museum Louvre, menara Eiffel, kawasan kota tua Paris yang khas, serta menikmati Sungai Seine dengan aroma romantis.

Wisatawan yang datang ke Roma, Pisa, Milan, Venezia, dan kota-kota lainnya di Italia merasakan suasana kejayaan Romawi pada masa silam. Turis yang datang ke Innsbruck, Austria, menikmati suasana kota tua dengan pemandangan Pegunungan Alpen. Menyeruput kopi panas atau menikmati es krim di kafe-kafe tepi jalan. Atau, mereka yang datang ke kota tua Lucerne di Swiss menikmati pula suasana sungai dan danau yang bersih, yang menyimpan cerita masa lalu yang mengagumkan.

Persoalan klasik

Bayangkan bila Jakarta memiliki kawasan kota tua seperti di Eropa. Namun, setiap kali membayangkan itu, kita hanya kecewa. Mengapa tak ada pemimpin Jakarta yang mampu mewujudkan revitalisasi kota Tua Jakarta yang sudah direncanakan sejak lama?

Jakarta sudah lama memiliki perencanaan revitalisasi Kota Tua. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa gubernur-gubernur sebelum ini tidak mampu merealisasikannya. Lebih dari dua puluh tahun, Jakarta sudah menyimpan rencana program revitalisasi, tetapi tak ada yang terealisasi. Apa yang salah?

Sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No 34 Tahun 2005, luas daerah perencanaan kawasan Kota Tua Jakarta lebih kurang 845 hektar, terdiri atas lima zona. Pertama, zona Sunda Kelapa (Pelabuhan Sunda Kelapa di utara, Kampung Luar Batang, Museum Bahari Pasar Ikan, dan Galangan atau Benteng). Kedua, zona Fatahillah (Roa Malaka, Kali Besar, Kampung Bandan, Fatahillah, Stasiun Kota, dan Pintu Kecil). Ketiga, zona Pecinan (Pasar Pagi, Pintu Besar Selatan, dan Pinangsia). Keempat, zona Pekojan (Pekojan). Kelima, zona kawasan peremajaan (Jembatan Lima, Tambora, dan Glodok).

Kawasan Kota Tua Jakarta layak diberi prioritas karena di kawasan inilah asal mula kota Jakarta terbentuk. Batavia pada masa kolonial Belanda adalah kota pelabuhan internasional di mana bertemu berbagai etnis. Banyak bangunan berarsitektur Eropa abad ke-17 dibangun di kawasan ini.

Beberapa investor membangun bisnisnya di Kota Tua meski belum didukung infrastruktur yang baik, antara lain Cafe Batavia dan Hotel Omni Batavia. Konsumen yang datang tetap ada meski tidak didukung infrastruktur memadai.

Dalam situs kotatuajakarta.org disebutkan, sebenarnya banyak investor tertarik merenovasi Kota Tua Jakarta. Hal itu diakui Wali Kota Jakarta Barat Burhanudin. Namun, regulasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah tak sinkron.

Annete, ahli waris pemilik bangunan tua di Jalan Kalibesar, Tambora, Jakarta Barat, misalnya, mengaku terkendala regulasi dan perizinan. Ia sudah berulang kali mengurus izin, tetapi bolak-balik dipersulit sehingga pemilik modal itu pun mundur.

Persoalan Kota Tua Jakarta sudah muncul sejak puluhan tahun lalu dan tetap sama hingga saat ini. Setiap kali mendengar kata ”kota tua”, yang ada dalam benak adalah ”kemacetan, kekumuhan, sering terjadi aksi kejahatan, dan polusi udara”. Infrastruktur pendukung Kota Tua Jakarta, seperti kawasan pejalan kaki, dapat dihitung dengan jari. Trotoar yang sudah ada pun sering kali disalahgunakan oleh pengendara sepeda motor. Kondisi ini terus dibiarkan tanpa ada sanksi dari aparat penegak hukum. Sungguh memprihatinkan.

Pencinta Kota Tua Jakarta cukup banyak. Sedikitnya ada 61 komunitas di wilayah Kota Tua Jakarta yang memiliki aktivitas di kawasan ini, mulai dari Sahabat Museum sampai Sahabat Kota Tua.

Rencana sudah dicanangkan oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Ada secercah harapan, Jakarta tak lama lagi akan memiliki kawasan kota tua yang membanggakan. Publik sangat yakin, Jokowi mampu merealisasikan apa yang sudah dicanangkan.

SUMBER: DUDUK PERKARA, KOMPAS SIANG, SENIN 28 OKTOBER 2013