ROBERT ADHI KSP
FAHMI Idris (70) memiliki kegiatan baru yang menyenangkan, yaitu berkecimpung dalam dunia pendidikan. Fahmi mengajar di Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta, selain masih menjabat komisaris utama di beberapa perusahaan di Grup Kodel.
Fahmi Idris adalah pengusaha dan politisi yang pernah menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada pemerintahan Presiden BJ Habibie (1998-1999) dan pemerintahan SB Yudhoyono (2004-2005). Pada perombakan kabinet, Fahmi Idris berganti posisi menjabat Menteri Perindustrian sampai tahun 2009.
Menikah dengan Kartini (alm), putri KH Hasan Basri, ulama terkemuka asal Banjar, Kalimantan Selatan, Fahmi Idris kelahiran Jakarta, 20 September 1943, itu dikaruniai dua putri, yaitu Fahira dan Fahrina. Keduanya sibuk menjadi pengusaha. Fahira menjabat Ketua Himpunan Saudagar Muda Minangkabau, sedangkan Fahrina menjabat Ketua Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia.
Saat ini Fahmi masih berkantor di Wisma Kodel di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Dia menjabat sebagai komisaris utama beberapa perusahaan di Grup Kodel, tetapi tidak lagi melakukan langkah eksekusi bisnis seperti yang dilakukannya 30 tahun yang lalu.
Berikut petikan wawancara Kompas dengan Fahmi Idris di kantornya di Wisma Kodel, Jakarta, akhir Februari lalu.
Apa kegiatan Anda sekarang?
Saya sekarang menggeluti bidang pekerjaan baru. Saya menjadi dosen di Program Pascasarjana, Universitas Negeri Jakarta, mengajar di S-2 (Manajemen Pendidikan Dasar) dan S-3 (Hubungan Industrial dan Human Capital Management). Saya menikmati pekerjaan ini karena saya suka bergaul. Mahasiswanya macam-macam, termasuk perwira tinggi.
Bagi saya, mengajar itu mengasyikkan. Di UNJ, saya dan beberapa dosen lainnya mendirikan Pusat Pengkajian SDM (PPSDM). Salah satu yang aktif adalah Wakil Menteri BUMN Mahmudin Yasin. Kami bikin kantor di UNJ, berkumpul di sana dan berdiskusi.
Ini merupakan kegiatan paling dinamis, baik keilmuannya maupun pengetahuannya. Saya bergaul dengan berbagai macam buku. Saya kerjakan apa yang mampu. Saya tidak mengerjakan apa yang bukan bidang saya.
Anda dikenal juga sebagai politisi. Apakah Anda masih aktif dalam bidang politik?
Dalam bidang politik, saya dikategorikan sebagai pemerhati. Tapi, saya masih masuk dalam Dewan Pertimbangan Partai Golkar. Tigas saya memberi nasihat, didengar atau tidak didengar. Kalau tidak didengar, ya tidak apa-apa. Saya menghindari jadi pengkhianat. Saya tidak mau meloncat partai.
Anda masih tampak segar bugar. Apa rahasianya?
Saya masih rutin berolahraga jalan kaki di Senayan setiap hari antara pukul 05.30 dan 06.00. Saya anggota klub Perjaka Senja, singkatan dari Persatuan Jalan Kaki Senayan Jakarta. Klub ini meriah sekali. Anggotanya beragam, mulai dari pengusaha, mantan pengusaha, mantan jaksa, mantan pengacara, sampai dosen dan politisi. Saya mengikuti klub jalan kaki di Senayan supaya tubuh tetap sehat, pernapasan bagus, kolesterol di bawah 200.
Saya juga masih menembak, tapi sekarang sudah agak jarang.
Saya pernah menjadi Ketua Perbakin Jakarta. Sekarang saya Penasihat Perbakin untuk wilayah DKI Jakarta dan Pusat.
Selain itu, saya masih bergaul dengan teman-teman. Tempat paling bagus dan paling asyik untuk melakukan reuni adalah perkawinan. Paling asyik.
Saya menghindari punya musuh. Musuh itu beban. Karena itu dalam berbagai hal, saya memilih mengalah. Kecuali debat yang insidental yang dimainkan TV yang setelah itu salam-salaman.
Bergaul itu merupakan kebutuhan. Saya bisa begini karena teman. Bagi saya, teman saya itu berharga. Saya lebih baik memilih kehilangan uang daripada kehilangan teman. Mencari teman baru kan susah. Dengan teman lama, saya sudah yakin.
Saya juga berusaha meringankan beban. Bukannya saya tidak punya persoalan. Masalah pasti ada dan berlapis-lapis. Yang penting bagaimana cara menyikapi persoalan.
Pak Fahmi pernah menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Apa yang Anda lakukan saat menjabat Menaker?
Ketika menjabat Menaker, saya memperbanyak dan menghidupkan Balai Latihan Kerja (BLK). Mengapa? Apabila saya tidak melakukannya, aset kementerian otomatis menjadi aset daerah. Dulu, Kemenaker memiliki 156 BLK yang tersebar di seluruh Indonesia.
Ketika saya masuk ke kementerian ini, jumlah BLK tinggal 80. Sebanyak 70 BLK diambil alih daerah. Yang memprihatinkan adalah 70 BLK yang diambil alih daerah bukannya mengalami kemajuan, tapi sebaliknya mengalami kemunduran. Salah satu contoh, instruktur BLK beralih kerja menjadi camat dan kepala dinas. BLK dibiarkan telantar. Ada yang beralih fungsi menjadi asrama dan sekolah. Di Papua, BLK telantar begitu saja dan tidak ada yang mengelola sehingga latihan kerja terhenti.
Ketika saya menjabat Menakertrans, ada 20 daerah menyerahkan BLK ke pusat dalam kondisi memprihatinkan. Memang ada beberapa BLK yang kondisinya bagus seperti di Jawa Timur dan Jawa Barat. Tetapi, kondisi BLK di luar Jawa memprihatinkan. Setelah diserahkan kepada pusat, BLK-BLK itu diperkaya. Instruktur, kurikulum, peralatannya menjadi lebih baik.
Tahun 1998 ketika saya ikut pertemuan organisasi buruh sedunia, ILO, saya dimusuhi kiri dan kanan. Pengusaha dan serikat pekerja menghantam Indonesia. Negara Indonesia dinilai sangat tidak demokratis dan tidak memahami demokratisasi di dunia buruh. ILO mengatakan akan menghormati Indonesia apabila tujuh konvensi dasar ditandatangani.
Setelah itu saya ajak staf saya berdiskusi bagaimana menembus barikade ILO. Pada waktu itu Presiden BJ Habibie tahu Indonesia sedang dihantam di ILO. Saya sampaikan kepada Pak Habibie tentang masalah ini. Pak Habibie bilang, ”Kenapa takut? You siapkan saja, nanti saya tanda tangan.” Alhasil Presiden BJ Habibie menandatangani tujuh konvensi dasar yang diminta ILO. Melalui Keputusan Presiden (Keppres), Indonesia mengadopsi tujuh konvensi dasar ILO.
Setelah itu, ketika saya bertemu dengan orang-orang ILO, saya disambut dengan penuh kehormatan. Sungguh berbeda cara penyambutan mereka.
Ketika menjabat Menteri Perindustrian, apa yang dilakukan Pak Fahmi?
Dalam dua tahun saya membuat laporan keuangan kementerian tersebut menjadi wajar tanpa pengecualian (WTP).
Ini tidak mudah karena banyak kementerian yang belum mencapai WTP, bahkan turun kelas.
Pencapaian WTP dalam Kementerian Perindustrian ini saya jadikan bahan disertasi saya ketika meraih gelar doktor. Saya mengupasnya dari aspek pengembangan sumber daya manusia.
Kesimpulan saya, apabila kebijakan pembinaan sumber daya manusianya baik dan kualitas SDM baik, SDM-SDM ini bisa melanjutkan keberhasilan pencapaian wajar tanpa pengecualian dengan baik pula. Dan, itu terbukti sejak saya tidak lagi menjadi menteri, Kementerian Perindustrian meraih WTP pada 2010, 2011, 2012. Jadi tidak berdasarkan orang. Yang penting adalah sistemnya.
Bahasan disertasi saya tentang masalah ini membuat saya lulus cum laude, meraih gelar doktor di Universitas Negeri Jakarta. Saya tidak melakukan plagiat karena saya sendiri dan staf yang menjadi subyeknya.
Selain itu, ketika menjabat Menperin, saya mengembangkan industri kecil dan menengah. Waktu masuk kementerian ini, saya melihat anggaran untuk industri kecil dan menengah relatif kecil.
Saya merombaknya sehingga Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah mendapat anggaran terbesar. Usaha besar tidak butuh dukungan. Justru yang butuh dibantu adalah usaha kecil dan menengah.
SUMBER: DI MANA DIA SEKARANG, KOMPAS SIANG DIGITAL EPAPER, SABTU 15 MARET 2014

Dear Bapak/Kakanda Fahmi Idris.
Eksponen ’66.
Sebagai orang muda negeri ini saya (eks. Pmkri) salah satu orang yg bangga dan salut atas suri teladan Kakanfa yg selalu mengabdikan hidup kp bangsa n negara kita bhkn dunia Internaaional.
Mohon berkenan Bapak, sy mohon sdikit solidaritas utk melanjutkan studi anak saya di sma st maria monika bekasi dgn total biaya 9jt. Apakh Kakanda berkenan bantu sedikit?
Salam hormat, vincent sihombing hp. 081262636327
[Pernah wawancara Bapak Fahmi Idris ttg Buku Bpk Cosmas Batubara, 2012]
SukaSuka