ROBERT ADHI KSP
China diguncang teror lagi. Sekelompok orang bertopeng dan berpakaian hitam menggunakan pisau besar menyerang para penumpang di stasiun kereta api di Kunming, kota di barat daya China, yang selama ini populer sebagai destinasi wisata. Serangan yang terjadi pada Sabtu (1/3) pukul 21.20 waktu setempat, selama 12 menit, itu menewaskan sedikitnya 29 orang dan melukai lebih dari 130 orang. Siapa pelaku serangan itu?
Pemerintah China menyebut serangan di stasiun kereta di Kunming, yang sudah direncanakan secara matang, itu sebagai serangan teroris. Kantor berita resmi China, Xin Hua, melukiskan, serangan Kunming mirip ”serangan lain 11 September di China” dan merupakan ”kejahatan atas kemanusiaan”.
Pemerintah kota Kunming menduga serangan itu dilakukan kelompok militan separatis Xinjiang, tetapi belum memverifikasinya. Dalam insiden itu, aparat keamanan China menembak empat pelaku penyerangan dan menangkap satu orang lainnya.
Xinjiang merupakan wilayah otonomi yang dihuni kelompok minoritas Muslim Uighur. Jarak antara Xinjiang dan Kunming lebih dari 1.600 kilometer.
Shanghai Daily mengutip China Central Television (CCTV) melaporkan, dua pelaku penyerangan adalah perempuan, seorang di antaranya tewas ditembak, seorang lagi ditangkap dan dibawa ke rumah sakit.
Presiden China Xi Jinping dan Perdana Menteri China Li Keqiang menyampaikan rasa duka mendalam kepada keluarga korban serangan Kunming itu. Keduanya berjanji melakukan segala upaya untuk mengusut tuntas serangan tersebut.
Pemimpin China itu, seperti diwartakan China Daily, meminta semua polisi di negeri tersebut memperketat keamanan publik di semua tingkatan.
Serangan ini terjadi beberapa bulan setelah tiga teroris dari Xinjiang menabrakkan kendaraan mereka di kerumunan wisatawan yang sedang berjalan kaki di Tiananmen Square, Beijing, pada 28 Oktober 2013.
Serangan itu menewaskan lima orang, termasuk teroris yang kemudian membakar kendaraan dan diri mereka sendiri. Polisi mengungkapkan, kejadian itu dilakukan Gerakan Islam Turkestan Timur, yang disebut oleh Pemerintah China sebagai ”organisasi teroris”.
Serangan di stasiun kereta di Kunming, Sabtu malam lalu, merupakan insiden paling serius di China sejak 2009 ketika 197 orang tewas dalam kerusuhan di Urumqi, Xinjiang.
Pada Juni 2013, sejumlah 24 orang tewas dan 23 lainnya luka-luka di Lukqun, Prefektur Turpan, Xinjiang. Pemimpin kelompok itu mengajak anggotanya menonton video yang memperkenalkan ajaran ekstremis. Beberapa hari sebelum serangan, teroris dari wilayah Kuqa di selatan Xinjiang mengajak warga melancarkan ”perang suci”.
Pada 23 April tahun lalu, 15 orang tewas dalam serangan di Selibuya, kota di Prefektur Kashgar, Xinjiang. Polisi menyebutkan, sel teroris secara rutin bertemu, berlatih fisik, dan belajar bagaimana melakukan serangan.
Direncanakan
Direktur Pusat Penelitian Anti Terorisme di China, Institutes of Contemporary International Relations, Li Wei menyebutkan, meskipun serangan tersebut tampak seperti insiden yang terjadi secara acak, serangan ini konsisten dengan taktik yang digunakan teroris, yang tanpa henti mencari cara menembus daerah yang pengamanannya buruk. Keamanan di Kunming relatif lemah.
Li menganalisis pakaian yang serba hitam dan senjata pisau yang digunakan menunjukkan penyerang telah mengikuti latihan yang cukup lama dan mempersiapkan serangan dengan matang.
Li mencatat serangan itu terjadi hanya beberapa hari sebelum lebih dari 5.000 legislator nasional dan penasihat politik bertemu di Beijing dalam acara tahunan mereka.
Dikecam
Pengguna media sosial China, Weibo, mengecam serangan yang mencari sasaran orang-orang biasa. ”Siapa pun pelakunya, apa pun motif mereka, mencari sasaran orang-orang tidak berdosa di stasiun kereta merupakan pilihan iblis. Mereka harus masuk neraka,” kata Li Chengpeng, yang memiliki tujuh juta pengikut di Weibo.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki-moon mengecam keras serangan Kunming. Dalam pernyataannya hari Minggu, tidak ada pembenaran membantai warga sipil tidak berdosa. Mereka yang bertanggung jawab harus dibawa ke pengadilan.
Pemerintah Amerika Serikat melalui kedutaan besarnya di Beijing mengecam kekerasan brutal yang menyebabkan korban jiwa. Melalui Kementerian Luar Negeri China dan Kedubes China di Washington, Pemerintah AS menyampaikan rasa duka mendalam kepada korban dan keluarganya. Ungkapan senada disampaikan Pemerintah Perancis dan Rusia.
Upaya pencegahan
Kepala Pemerintahan Xinjiang Nur Bekri, Januari lalu, menyatakan, pencegahan terhadap ideologi ekstrem menjadi tugas yang sangat penting untuk menjaga stabilitas wilayah itu. Penyebaran ideologi ekstrem memicu meningkatnya serangan teroris di China.
Mei Jianming, profesor di University of China, mengatakan sulit untuk mengidentifikasi orang-orang yang diduga teroris karena mereka membawa senjata yang sering dipakai masyarakat China umumnya.
Yang Shu, Direktur Institute of Central Asia Studies, di Lanzhou University, Provinsi Gansu, menyebutkan, teroris memanfaatkan problem sosial sebagai cara merekrut anggota baru.
Perang melawan terorisme di China harus dilakukan dengan panduan menyeluruh di seluruh negeri. Pemerintah China tampaknya harus memprioritaskan sistem pencegahan dan peringatan dini anti teror. Tidak peduli seberapa efektif aparat menangani kasus terorisme pasca serangan. China perlu menyiapkan mekanisme intelijen anti teror yang efektif untuk mencegah kejadian serupa terulang di kemudian hari.
SUMBER: DUDUK PERKARA, KOMPAS SIANG DIGITAL EPAPER, SENIN 3 MARET 2014
gilaaaaaaaaaaaaaaaaa sadis bgt gan
SukaSuka