ROBERT ADHI KSP

Ketika banyak negara mengalami pertumbuhan ekonomi yang melambat, India justru mengalami hal sebaliknya. Dana Moneter Internasional menyebutkan, pertumbuhan ekonomi India tahun 2015 ini 7,2 persen, melampaui pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang melambat menjadi 7 persen.

https://twitter.com/EconAsia/status/565744133881757697

Reformasi kebijakan baru dan meningkatnya kepercayaan pebisnis menjadi kekuatan baru bagi aktivitas perekonomian India. Pada 2019, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memprakirakan produk domestik bruto (PDB) India akan melebihi gabungan PDB Jepang dan Jerman. Juga akan melampaui gabungan dari PDB Rusia, Brasil, dan Indonesia. Lebih dari 50 persen populasi India di bawah 25 tahun. Pada 2030, India diprakirakan memiliki jumlah tenaga kerja terbesar di dunia. Dengan lebih dari satu miliar orang yang menjadi tenaga kerja, angkatan kerja di India akan lebih besar dari angkatan kerja gabungan dari Amerika Serikat, kawasan Eropa, dan Indonesia. Dari sinilah titik tolak prediksi IMF tentang India.

Asia Bangkit

“Apakah India bisa terbang tinggi? Saya yakin bisa. India tumbuh dan mengambil tempat sepantasnya dalam ekonomi global. Untuk itu, India harus fokus pada kebijakan yang sehat dan lembaga inklusif. Di sinilah kerangka ekonomi yang lebih kuat dimulai, untuk membuat perekonomian India lebih tangguh, lincah, dan mendukung pertumbuhan,” demikian Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde ketika berbicara di Lady Shri Ram College, New Delhi, India, pertengahan Maret lalu.

Belum dalam waktu dekat

Namun, apakah ini pertanda India akan menyalip Tiongkok dalam waktu dekat? Belum tentu dan tidak dalam 20 tahun ke depan. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok melambat bukan berarti Tiongkok tertinggal. India saat ini masih menghadapi segudang tantangan, di antaranya angka pengangguran yang tinggi, inflasi kronis, dan masih kurangnya pembangunan infrastruktur.

Dalam bidang pendidikan, Tiongkok sudah melangkah jauh dibandingkan India. “Masih banyak masalah mendasar yang belum beres di India yang berkaitan dengan akses mendapatkan air bersih dan pendidikan dasar,” kata Rangarajan R Vellamore, CEO Infosys China (“Can Indian elephant take on Chinese dragon? ‘Not in the next 20 years'”, CNN, 23 April 2015).

India memang harus belajar banyak dari Tiongkok. Seorang pengusaha membandingkan bagaimana berbisnis di Tiongkok dan India. “Ketika di India, saya menghabiskan 40 menit pertama dari setiap pertemuan bisnis untuk berbasa-basi. Pada lima menit terakhir, barulah pembicaraan tentang bisnis dimulai. Di Tiongkok, kami melakukan pembicaraan tentang bisnis dalam 40 menit pertama dan, di ujung pembicaraan, barulah masuk ke pembicaraan basa-basi,” ungkap pengusaha.

Anekdot yang ditulis Ravi Agrawal di situs CNN itu menggambarkan perbedaan antara India dan Tiongkok saat ini. Orang-orang India terkenal karena tidak tepat waktu. Apakah itu faktor genetik? Selalu terlambat dalam urusan rapat? “Jawabannya tidak. Bawalah orang India yang sering ngaret itu ke New York. Dia akan tepat waktu dalam setiap rapat. Sebaliknya, orang New York yang biasa tepat waktu kemungkinan akan ngaretdalam rapat-rapat di New Delhi,” tulis Agrawal.

Dia juga menggambarkan perbedaan kedua negara. Tiongkok sukses menjadi tuan rumah Olimpiade, sementara India masih berjuang menyelesaikan infrastruktur dasar untuk penyelenggaraanCommonwealth Games.

Setiap orang perlu mendorong kemajuan India. India tentu bisa bermimpi memiliki kota-kota seperti Singapura, Hongkong ataupun Beijing. Namun, untuk mewujudkannya, India butuh lebih dari satu pemimpin reformis. India membutuhkan perubahan mendasar dari bawah ke atas.

Tidak mudah memang bagi India untuk mengejar Tiongkok. Sang Gajah mungkin bisa menyalip, tetapi Sang Naga lebih berotot untuk tetap berada di depan. Tiongkok memiliki kapasitas, konektivitas, dan modal lebih besar. Meski demikian, kebangkitan ekonomi India dan Tiongkok menjadi simbol penting kebangkitan Asia.

Pada Mei 2015, Perdana Menteri India Narendra Modi akan berkunjung ke Beijing, Tiongkok, bertemu dengan Presiden Xi Jinping. Ini merupakan balasan kunjungan Xi ke New Delhi, September lalu.

PM India Narendra Modi dan Presiden Tiongkok Xi Jinping adalahdua pemimpin Asia yang sama-sama ambisius menjadikan negeri mereka maju. Jika kedua bangsa di Asia ini saling bersinergi, 40 persen dari penduduk dunia akan lebih sejahtera. Sinergi India dan Tiongkok akan menciptakan tatanan dunia baru yang menguntungkan Asia. Tiongkok dan India bersama masyarakat Asia lainnya akan menghidupkan kembali kejayaan Asia yang pernah tercatat berabad-abad silam.

Penelitian Goldman Sachs BRICs Study menyebutkan, pada 2050, tiga dari empat kekuatan ekonomi terbesar dunia akan berasal dari Asia. Urutannya adalah Tiongkok, Amerika Serikat, India, dan Jepang.

Kebangkitan Asia pasti akan berbuah baik bagi dunia karena ratusan juta orang akan dientaskan dari belenggu kemiskinan. Kishore Mahbubani dalam bukunya The New Asian Hemisphere (2008) menulis, kebangkitan Asia membawa lebih banyak “kebaikan”. Dunia secara keseluruhan akan menjadi lebih damai dan stabil.

SUMBER: KOMPAS SIANG DIGITAL, KOMPAS PRINT.COM, SENIN 27 APRIL 2015<