Kamis (11/8/2016) malam, Mark Gainsford, warga negara Inggris sedang menikmati bir di sebuah bar di kawasan night life di kota Hua Hin, kota resort di Teluk Thailand, Provinsi Prachuap Khiri Khan. Tiba-tiba dia mendengar teriakan orang-orang, “bom, bom.” Mark berlari keluar dan mendekati lokasi ledakan. “Saya melihat delapan sampai sepuluh orang tergeletak di jalan. Polisi sangat cepat tiba di lokasi,” ungkap Mark kepada BBC.
Ledakan itu terjadi di kawasan night life yang populer, di luar bar yang menjual bir di Soi Bintabat, di dekat persimpangan Fah Pah di kota Hua Hin. Kawasan ini dikenal sebagai kawasan kehidupan malam yang dikunjungi orang asing dan orang Thailand. Banyak bar yang menjual bir dan toko-toko yang buka hingga larut malam dan menarik wisatawan asing.
Dua ledakan bom di Hua Hin Kamis malam itu menewaskan satu perempuan dan melukai 21 orang lainnya, tiga di antaranya dalam kondisi kritis. Sembilan korban di antaranya wisatawan mancanegara, termasuk dari Inggris, Jerman, Italia, dan Austria.
Menurut polisi, dua bom disembunyikan di dalam pot tanaman dalam jarak 50 meter, dan diledakkan secara terpisah melalui ponsel pada pukul 22.00 dan pukul 22.20 waktu Thailand. Bom kedua meledak 20 menit setelah bom pertama. Semua korban akibat ledakan bom kedua adalah mereka yang berkumpul di sekitar area ledakan pertama.
Kepala Kepolisian Kota Hua Hin, Kolonel Pol Sutthichai Srisopacharoenrat mengungkapkan, ledakan pertama terjadi di dekat pedagang makanan di depan bar yang menjual bir. Pedagang makanan ini mengalami luka parah dan akhirnya meninggal dunia setelah dibawa ke rumah sakit.
Jumlah korban ledakan bom ini diperkirakan bertambah. Serpihan bom yang dikumpulkan sebagai barang bukti mengindikasikan bahwa ledakan bom itu direncanakan untuk membunuh dan menyebabkan banyak korban jiwa.
Bom-bom itu meledak selang 20 menit, merusak libur panjang warga Thailand yang merayakan Hari Ulang Tahun ke-84 Ratu Sirikit, istri Raja Bhumibol Adulyadej .
Tempat-tempat hiburan di kawasan Hua Hin langsung ditutup untuk mencegah terjadinya ledakan bom susulan. Para pejabat daerah Hua Hin langsung memobilisasi dokter untuk membantu para korban yang terluka.
Polisi Thailand, menurut Bangkok Post, hari Jumat (12/8/2016) pagi masih menyelidiki motif dan jenis bahan ledakan yang digunakan pelaku. Bom ini tidak biasa, dan ledakan di kawasan wisata Thailand juga sangat jarang terjadi.
Ledakan ganda ini umumnya terjadi di wilayah selatan Thailand, yang dilakukan untuk memaksimalkan jumlah korban.
Hua Hin, kota resort di Teluk Thailand, dikenal sebagai tempat berlibur orang-orang kaya Thailand yang membeli kondominium dengan pemandangan ke arah laut. Ratusan pensiunan berkebangsaan Eropa membuat Hua Hin sebagai rumah mereka, menikmati pantai berpasir putih, sementara anak-anak muda menikmati hobi berselancar dan bermain layang-layang dan memanfaatkan angin pantai.
Raja Thailand Bhumibol Adulyadej yang berusia 88 tahun dan raja yang paling lama memerintah monarki, dan istrinya Ratu Sirikit beberapa tahun terakhir ini berada di Istana Kerajaan Klai Kangwon (yang bermakna “Jauh dari Kekhawatiran”) di Hua Hin.
Namun saat ledakan di Hua Hun terjadi, Raja Bhumibol dirawat di sebuah rumah sakit di Bangkok akibat infeksi sejak bulan lalu. Kecemasan akan kesehatan Raja dan kekhawatiran akan suksesi ikut berperan dalam tensi politik.
Ledakan di Phuket, Trang, dan Surat Thani
Hari Jumat pagi, menurut Bangkok Post, dua ledakan bom lain mengguncang Hua Hin, yang menyebabkan empat orang luka-luka dan satu orang dalam kondisi kritis.
Selain di kota resort Hua Hin, ledakan bom juga terjadi di kota resort Phuket, juga di Provinsi Trang dan di Provinsi Surat Thani. Gelombang ledakan bom itu terjadi dua hari terakhir ini menewaskan sedikitnya empat orang dan melukai puluhan lainnya.
Jumat pagi, dua ledakan bom juga terjadi di kota Phuket. Satu ledakan terjadi di Loma Park di Patong, kawasan turis di Phuket, dan satu lagi di pos polisi di jalan menuju pantai Patong, di persimpangan Soi Bangla.
Ledakan lain terjadi di luar pos polisi Provinsi Surat Thani di selatan Thailand, Jumat pagi, menewaskan satu orang dan melukai lima lainnya. Ledakan terjadi setelah ritual harian yang memainkan lagu kebangsaan Thailand. Media Thailand juga melaporkan ledakan kedua terjadi pukul 08.00 pagi di Surat Thani.
Sebelumnya, Kamis pagi, ledakan di pasar kaki lima Trang menewaskan seorang pedagang laki-laki dan melukai lima orang lainnya. Ledakan juga terjadi di distrik Muang di Provinsi Trang di selatan Thailand, dekat rumah kepala kepolisian setempat pada hari yang sama, melukai lima orang.
Ledakan berseri itu yang tampaknya sudah direncanakan dan menargetkan sejumlah kawasan wisata di Thailand tersebut, terjadi beberapa hari menjelang peringatan satu tahun aksi pengeboman Kuil Erawan di Bangkok yang menewaskan 22 orang dan melukai lebih dari 100 orang.
Ujian pertama PM Prayuth Chan-ocha
Gelombang serangan bom ini merupakan ujian pertama Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha setelah dia mengambil alih kekuasaan melalui kudeta militer 2014.
Serangan itu terjadi hanya beberapa hari setelah rakyat Thailand melalui referendum 7 Agustus lalu memberi supremasi kekuasaan kepada militer yang mengambil alih kekuasaan pada 2014. Hasil referendum itu menjadi pukulan berat bagi para pendukung mantan PM Thaksin Shinawatra.
Serangan bom ini terjadi satu hari setelah pemerintahan militer Thailand memperingatkan adanya ancaman pergolakan politik di negara itu. “Orang-orang yang tidak puas dengan kondisi damai, yang lebih suka merusak negara, demi keuntungan pribadi mereka, menggunakan media online dan mengirim informasi ke luar negeri,” katanya.
Serangan bom di Thailand ini dikhawatirkan dapat menyebabkan turunnya jumlah wisatawan di negeri itu. Sektor pariwisata menyumbang 10 persen produk domestik bruto Thailand.
Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-ocha hari Jumat meminta rakyat Thailand tidak panik. “Ekonomi dan pariwisata membaik. Siapa yang kalian pikirkan, yang tidak ingin hal-hal baik terjadi di Thailand. Tolong kalian cari tahu dan beritahu saya,” katanya seperti dikutip Sydney Morning Herald. “Kita harus tetap tenang dan tidak panik, dan kita tetap menjadi tuan rumah yang baik bagi wisatawan asing,” katanya.
Beberapa jam sebelum ledakan bom terjadi, PM Prayuth mendesak rakyat Thailand menerima hasil referendum, dan menjanjikan menggelar pemilu pada 2017.
“Mari kesampingkan perbedaan dan mari kita maju bersama menghadapi tantangan yang kompleks yang terbentang di depan, dengan membuat kemajuan, melakukan reformasi, menyelesaikan konflik di negara kita, mendamaikan satu sama lain pihak yang berkonflik di bawah peraturan dan undang-undang yang baru,” ajak Prayuth.
Namun militer masih mengabaikan permintaan untuk membebaskan politisi dan aktivis yang mengeritik referendum.
Terkait etnis Uighur?
Para analis dan diplomat menduga serangan ini berhubungan dengan simpatisan minoritas Muslim Uighur di barat Tiongkok. Pemeritahan junta militer Thailand mendeportasi lebih dari 100 Muslim Uighur ke Tiongkok beberapa bulan sebelum ledakan terjadi.
Pada 17 Agustus 2015, bom meledak di Kuil Erawan di Bangkok, menewaskan 22 orang dan melukai ratusan orang. Otoritas Thailand menahan dua lelaki beretnis Uighur dari barat Tiongkok yang dituduh terlibat dalam ledakan bom itu. Namun keduanya membantah melakukan pengeboman di Kuil Erawan. Keduanya akan disidang akhir bulan Agustus ini.
Junta militer Thailand merebut kekuasaan pada 2014 setelah selama satu dekade Thailand dilanda kerusuhan politik. Pemerintahan militer Thailand disebut-sebut telah meningkatkan stabilitas negara kerajaan itu. Namun para jenderal militer Thailand tak mampu memadamkan pemberontakan paling berdarah di tiga provinsi di selatan Thailand, yang jaraknya hampir 1.000 kilometer dari Hua Hin.
Wilayah selatan Thailand sebelumnya adalah bagian dari Kesultanan Melayu sebelum dianeksasi oleh Thailand satu abad yang lalu. Konflik yang menewaskan lebih dari 6.500 orang sejak 2004 silam itu merusak stabilitas Thailand selama lebih dari satu dekade.
Apakah gelombang ledakan bom di Thailand ada kaitan dengan persoalan di selatan negara itu? Polisi Thailand berpendapat, ledakan bom di wilayah pusat dan selatan tidak terkait dengan terorisme militan tetapi merupakan aksi sabotase lokal. Benarkah ledakan bom ini terkait pergolakan politik dalam negeri Thailand pasca referendum?