Masa pandemi Covid-19 menyebabkan perekonomian nasional sempat terpuruk, tetapi bukan berarti sama sekali mati. Beberapa pengembang malah berani meluncurkan produk-produk baru properti pada masa pandemi dan hasilnya mencengangkan! Ini salah satu pertanda industri properti akan bangkit pada tahun 2022. Strategi pemasaran dan penjualan properti yang tepat pada masa pandemi Covid-19 berdampak positif bagi sejumlah pengembang. Summarecon Agung, Ciputra Development, Mustika Land, Greenwoods merupakan beberapa pengembang yang berani meluncurkan produk baru pada masa pandemi, dan meraih hasil yang melampaui harapan. Pengembang-pengembang ini tampaknya memahami betul karakteristik calon pembeli di era baru properti.
ROBERT ADHI KSP
“Ketika launching Summarecon Bogor, kami meluncurkannya secara hybrid. Ketika itu, 500 unit habis terjual. Enam puluh persen pembeli datang langsung karena ingin merasakan hawa segar pegunungan, dan 40 persen sisanya hadir secara virtual. Dalam launching kedua, 70 persen pembeli datang langsung, dan 30 persen lainnya hadir online. Ini bukti penjualan properti di masa pandemi tetap naik ketika pengembang menyajikan experience yang luar biasa,” ungkap Presiden Direktur PT Summarecon Agung Tbk, Adrianto P Adhi dalam acara Bincang Properti bertajuk “Strategi Lampaui Target Penjualan di Era Baru Properti” yang diadakan Lamudi dan DPP Real Estat Indonesia (REI) di Jakarta, Kamis (16/12/2021).
Selain Adrianto P Adhi, pembicara lainnya adalah David Sudjana (CEO Mustika Land), Yoga Priyautama (Commercial Director Lamudi), dan Antonius Congles (Direktur Greenwoods). Acara ini dibuka oleh Theresia Rustandi, Wakil Ketua Umum DPP REI Bidang Permukiman Menengah dan Besar.

Adrianto optimistis industri properti segera bangkit pada 2022. “Kalau kita tidak optimistis, sayang sekali. Ini golden time. Kalau kita optimistis, alam semesta akan mendukung,” kata Adrianto. Saat ini jumlah penduduk Indonesia yang sudah divaksinasi dosis pertama mencapai 60 persen, sedangkan yang sudah divaksinasi dosis kedua 40 persen. Ini berarti kekebalan kelompok (herd immunity) di Indonesia sudah mulai terbentuk.
Tahun 2020 dan 2021, Indonesia dihantui pandemi Covid-19. Puncak pandemi di Indonesia terjadi pada Juli 2021 di mana saat itu jumlah kasus mencapai angka lebih 55.000. Meledaknya jumlah kasus pandemi menyebabkan industri properti sempat terpuruk. Penjualan rumah, tingkat keterisian gedung perkantoran, dan tingkat hunian hotel turun drastis. Pusat perbelanjaan yang selama ini menjadi recurring income (pendapatan berulang) ikut terkena dampak pandemi sehingga tak bisa lagi menjadi buffer (penyangga).Pembatasanaktivitas ekonomi dilakukan. Mal-mal ditutup. “Kita semua tak bisa melawan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) karena itu diberlakukan demi kesehatan masyarakat. Semua babak belur akibat Covid-19. Kami kehilangan banyak cash flow. Kami semua tak sempat memikirkan soal nilai penjualan properti turun karena pada saat itu yang paling utama adalah bagaimana menyehatkan karyawan,” katanya.
Saya melihat ada tanda-tanda recovery pada 2022. Industri properti akan bangkit. Daya beli mulai rebound.
ADRIANTO P ADHI, PRESIDEN DIREKTUR PT SUMMARECON AGUNG TBK
Namun di balik kisah suram pandemi Covid-19, Adrianto melihat tahun 2021 merupakan momentum yang luar biasa. “Saya melihat ada tanda-tanda recovery pada 2022 dan industri properti akan bangkit. Daya beli mulai rebound,” katanya. Bank-bank yang mengejar target pinjaman, menawarkan bunga KPR yang relatif rendah, yang menguntungkan pembeli produk properti. Selain itu, untuk menggerakkan penjualan properti selama masa pandemi, pemerintah menanggung PPN.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, jumlah pengangguran mulai menurun dan kesempatan kerja muncul kembali. Ini pertanda ekonomi akan rebound.
“Kami mendapatkan pelajaran penting dari Covid-19 ini, bahwa fluktuasi kejadian harus terus diikuti. Produk properti pun harus mengikuti perubahan sosial dan kebutuhan konsumen. Pembangunan kawasan perumahan harus memperbanyak taman, ruang terbuka hijau. ” jelasnya.
Adrianto juga melihat ada perubahan perilaku konsumen di era pandemi. “Konsumen menginginkan video sehingga cara penjualan berubah. Cara mengomunikasikan product knowledge juga berubah, meski sentuhan personal tetap dibutuhkan. Demikian pula, cara mengelola pusat perbelanjaan berubah,” tambahnya.
Penjualan Properti di Era Digital
Hal menarik dari Bincang Properti ini adalah fakta terjadinya booming penjualan properti di era digital pada masa pandemi Covid-19.
Menurut Yoga, pada kurun 2019-2021, ada kenaikan traffic yang relatif besar di Lamudi co id, dan sebanyak 44 persen total pencarian yang dilakukan pengguna internet berusia 25-38 tahun. Sebagian besar pembeli produk properti pada 2021 menggunakan platform digital. Sebenarnya sebelum pandemi, fenomena ini sudah terjadi, tetapi saat pandemi, ada kenaikan 40 persen pembelian properti menggunakan platform digital.
“Dulu kita mencari rumah di iklan Klasika Properti di surat kabar Kompas, tetapi sekarang konsumen generasi milenial dan. generasi Z lebih pintar dalam mengonsumsi informasi. Mereka membutuhkan transparansi informasi tentang produk properti. Ini tanda era baru properti,” kata Yoga. Generasi milenial mencari rumah seharga Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar, dan belum semua calon pembeli mengetahui proses KPR. Untuk itu, kata Yoga, tetap dibutuhkan personal touch. Generasi Z dan generasi milenial senang mendapatkan informasi yang mudah diakses.
Apakah pengembang sudah inovatif dan adaptif terhadap perubahan ini? Yoga melihat beberapa pengembang sudah mulai menyadari tentang pentingnya pemasaran digital dengan mengalokasikan marketing budget lebih besar untuk konten-konten Instagram, Facebook (Meta), TikTok, dan platform digital lainnya. Salah satu ciri khas pemasaran di era digital adalah sales harus rajin follow-up berkali-kali.
Adrianto P Adhi mengakui, tahun 2022 tren digitalisasi kian meningkat. “Industri properti bisa melakukan digitalisasi di semua proses bisnis. Sebenarnya kami sudah melakukannya sejak 15 tahun yang lalu. Namun pasca Covid, kami memperbanyak interaksi secara virtual dan ternyata ada kemudahan saat acara virtual. Semua menjadi sangat personal karena informasi langsung ada di gawai masing-masing. Ini sungguh berbeda ketika beberapa tahun lalu, kita mencari rumah, harus membaca iklan properti di Kompas,” cerita Adrianto.
Namun demikian Adrianto mengingatkan, tantangan di era digital ini adalah personal touch dan emotional engagement. “Misalnya sales membawakan kopi untuk pembeli saat launching Summarecon Bogor,” tambahnya.
Anton Congles mengakui sejak awal pandemi melanda Indonesia, sebanyak 50 persen penjualan properti disokong dari pemasaran digital. Dia tidak lagi terlalu berharap dari pameran di mal, walk-in, maupun membuka booth. “Kini 90 persen penjualan properti kami dari online, dan sisanya 10 persen dari orang sekitar yang kebetulan lewat (kantor pemasaran),” katanya.
Antonius optimistis industri properti akan bangkit pada 2022. “Banyak orang yang membeli properti karena lebih aman sebagai investasi dan harga properti tidak akan turun. Biasanya mereka mengeluarkan uang untuk liburan, sekarang mereka gunakan uang tersebut untuk berinvestasi properti. Kami memanfaatkan momentum ini,” katanya.
Capital gain di produk properti seharga Rp 1 miliar sampai Rp 5 miliar, menurut Anton, lebih baik dibandingkan produk properti di bawah Rp 1 miliar.
Adrianto P Adhi yang juga Wakil Kepala Badan Pengembangan Kawasan Properti Terpadu (BPKPT) Kadin Bidang Kawasan Permukiman ini melihat rebound dalam dunia properti dimulai dari kelas menengah terlebih dahulu dan kebetulan pangsa pasar Summarecon adalah masyarakat menengah ke atas. Sedangkan recovery pasar menengah bawah masih membutuhkan waktu.
Untuk menggerakkan industri properti, pengembang membutuhkan dukungan pemerintah dengan berbagai kebijakannya seperti memberlakukan suku bunga yang rendah dan pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah. Wacana perpanjangan PPN DTP sampai akhir 2022 merupakan angin segar dalam industri properti.
ANTONIUS CONGLES, DIREKTUR GREENWOODS
Antonius Congles menambahkan, untuk menggerakkan industri properti, pengembang membutuhkan dukungan pemerintah dengan berbagai kebijakannya seperti memberlakukan suku bunga yang rendah dan pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah atau PPN DTP. “Wacara perpanjangan PPN DTP sampai 2022 merupakan angin segar dalam industri properti. Pengembang membutuhkan dukungan pemerintah dan dunia perbankan untuk mendongkrak jumlah pembeli,” katanya.

Theresia Rustandi, Wakil Ketua Umum DPP REI Bidang Permukiman Besar dan Menengah mengatakan, DPP REI sudah menyampaikan usul kepada pemerintah untuk memperpanjang masa insentif PPN DTP karena dapat menggerakkan industri properti berikut 175 industri ikutannya.
“Proses bisnis membutuhkan waktu satu tahun, mulai dari perencanaan, pembangunan, sampai penjualan. Jika pemerintah memperpanjang insentif PPN DTP sampai 2022, itu akan membantu pengembang. Pemerintah sudah mempermudah LTV (loan-to-value) sehingga harga rumah lebih terjangkau (affordable), dan kondisi ini merupakan keuntungan bagi konsumen untuk mendapatkan rumah,” kata Theresia yang juga Direktur Utama PT Dinamika Kencana Mandiri dan Corporate Secretary PT Intiland Development Tbk.
Jika pemerintah memperpanjang insentif PPN DTP sampai 2022, itu akan membantu pengembang.
THERESIA RUSTANDI, WAKIL KETUA UMUM DPP REI
Jumlah anggota REI di seluruh Indonesia saat ini tercatat 4.932 Dengan aplikasi Sikumbang milik Kementerian PUPR diketahui bahwa terdapat 488.000 stok rumah subsidi dan 72.000 stok rumah komersial. Dari jumlah itu, yang dikembangkan anggota REI sebanyak 46 persen rumah subsidi dan 53 persen rumah komersial.
“Ini kesempatan dan tantangan bagaimana menjual stok rumah, bagaimana memahami penjualan properti di era baru. Ini tantangan yang luar biasa dalam bidang digital marketing,” kata Theresia, yang juga Sekretaris Badan Pengembangan Kawasan Properti Terpadu Kadin.
Dibutuhkan Agen Properti yang Melek Digital
David Sudjana, CEO Mustika Land mengakui, sebelum masa pandemi Covid-19, perusahaannya sudah melakukan digital marketing (pemasaran secara digital), namun memasuki masa pandemi, ada percepatan. Tantangannya adalah membiasakan sales untuk biasa bertemu konsumen secara virtual, melakukan follow-up melalui telepon dan WA. “Cara follow-up pun berbeda. Jadi adaptasi harus dilakukan oleh sumber daya manusia,” kata David.
Tantangan pengembang saat ini adalah mendapatkan agen-agen properti terbaik yang melek digital
DAVID SUDJANA, CEO MUSTIKA LAND
Tantangan lainnya adalah mendapatkan agen-agen properti terbaik yang melek digital. “Konsumen sekarang sudah pandai mendapatkan informasi. Jadi agen properti melek digital sangat penting peranannya. Kalau calon pembeli tertarik, mereka akan lakukan melakukan kunjungan ke proyek (project visit). Namun poin physical touch juga tak boleh diabaikan,” kata David.

Bagaimana membangun new experience untuk generasi milenial dan generasi Z yang merupakan next generation property buyers?
“Yang pasti, mereka berpikir dengan nalar dan fakta. Mereka yang membeli menggunakan KPR, jumlahnya 70 persen.Karena itu kami berupaya melayani mereka dengan baik, termasuk memberi informasi tentang ekspetasi KPR supaya mereka tidak kecewa. Jadi agen-agen properti kami sudah mirip semi-analis, selain menyampaikan informasi produk,” kata David Sudjana.
Senada dengan David Sudjana, Antonius Congles, Direktur Greenwoods menjelaskan, saat ini perusahaannya harus mempersiapkan sumber daya manusia yang piawai menyiapkan konten-konten di berbagai platform digital di antaranya di YouTube, Instagram, bahkan TikTok. “Saat ini kami tak bisa lagi mengandalkan hard-selling sehingga perlu kreativitas dalam dunia properti,” katanya.
“Kalau di YouTube, kami harus membuatnya dengan story telling. Kalau di TikTok, kontennya memang receh dan tak perlu story telling. Tetapi mempersiapkan konten-konten di berbagai platform digital ini tidak mudah. Di era milenial seperti sekarang, konten harus menarik. Pengisi konten harus berpikir, apa magic words-nya? Jadi memang perlu ada kreativitas, dan untuk itu, pengembang harus mau menyiapkan budget khusus,” ungkap Anton.
Untuk memperkaya konten, pada sejak 2020, perusahaannya merekrut konsultan branding, apa yang paling diinginkan konsumen? Perusahaannya memberikan value. Bagi mereka yang membeli rumah di atas Rp 1 miliar, value-nya adalah tentang kemapanan. Bagi mereka yang membeli rumah di bawah Rp 1 miliar, value-nya adalah kemudahan, kepastian, dan keamanan.
Anton sepakat, tidak semua harus dilakukan secara digital. “Kita tak bisa melupakan human touch. Bagi calon pembeli yang tidak sepenuhnya memahami dunia properti, kami menyiapkan agen-agen properti untuk mendampingi konsumen, menjelaskan AJB dll,” katanya.

Senada dengan David, Antonius juga mengatakan, salah satu tantangan pengembang di era digital saat ini adalah mendapatkan agen-agen properti in-house yang berpengalaman dan melek digital. “Jika mereka belum melek digital, kami membantu mengedukasi mereka agar mampu beradaptasi dengan era baru ini. Undangan untuk mendengarkan pengetahuan tentang produk (product knowledge) bukan lagi H-7 tetapi H -5 menit,” kata Anton.
Menurut Antonius, agen properti adalah salah satu kunci. “In-house agent harus mampu menangani pertanyaan-pertanyaan yang masuk. Karena itu, perusahaannya menugasi stafnya “jaga malam” antara pukul 20.00 dan 02.00 dinihari, pada waktu prime time digital. Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang masuk, Greenwoods ingin menjadi lead prospect.
Konsumen generasi milenial dan generasi Z ini menginginkan kepastian apakah mereka mendapatkan rumah. “Saat orang akan membeli rumah, kami melakukan edukasi agar tak ada over expectation. Sebab sales biasanya mengutamakan kecap nomor satu. Sebelum membeli, konsumen biasanya punya ekspetasi dari profil kredit yang dimiliki,” katanya.
Properti adalah Soal “Trust”
Antonius mengingatkan bahwa properti adalah soal kepercayaan (trust). Bagaimana pengembang menjaga kepercayaan pembeli dengan membangun rumah sesuai dengan apa yang disampaikan. “Jika ada yang tidak tepat, pembeli sangat kritis.Jadi experience dalam membeli rumah sangat penting. Orang membeli properti itu menginginkan produk terbaik,” jelasnya.
“Pembeli akan melihat komitmen pengembang. Apakah pengembang memegang komitmen dengan apa yang dijanjikan? Apakah produknya sesuai dengan yang diceritakan di YouTube dan media sosial lainnya?” ujarnya.
Antonius memberi contoh pengalamannya ketika perusahaannya meluncurkan produk Damara Jimbaran Hijau pada 2019 dengan harga berkisar Rp 1,3 miliar. Ketika pandemi Covid-19 melanda Indonesia, penjualan rumah di Bali tidak terhenti. Pandemi tidak membuat orang berhenti membeli properti dengan tunai. “Begitu kami menunjukkan progress melalui media sosial, dengan serah terima unit kepada pembeli, penjualan malah naik dua-tiga kali lipat saat pandemi,” urainya.
Antonius juga menambahkan, pada 2019, perusahaannya membangun rumah dengan rentang harga yang berbeda sebagian bagian strategi bisnis untuk mampu melalui masa pandemi ini. Anton yakin konsumen tidak berhenti membeli rumah. “Banyak promo, harga rendah. Kami juga membangun rumah subsidi dengan kualitas yang baik, untuk mengangkat harkat dan martabat manusia,” katanya.
Kuncinya adalah Sinergi dan Kolaborasi
Bagaimana kiat meminimalisir kerugian pengembang pada masa pandemi? David Sudjana berpendapat, setiap proyek harus dikerjakan hati-hati dengan melakukan feasibility study, dan bukan dengan feeling. “Kalau feeling dilengkapi data, masih oke. Jadi pengembang harus memahami market yang diinginkan konsumen. Setiap wilayah punya karakteristik berbeda-beda,” katanya.
Sinergi dengan berbagai pihak, asosiasi dan perbankan misalnya, merupakan solusi yang paling tepat. “Dan mencari mitra yang tepat juga sangat penting,” katanya.
Sedangkan Anton Congles mengingatkan tentang perlunya kecermatan dalam perencanaan awal. “Untuk mengetahui pasar bergerak di mana, kami memberdayakan local agent meski kami punya marketing berkelas internasional,” urainya.
“Kuncinya adalah kolaborasi dan sinergi. Kita tak bisa kerja sendiri karena hasilnya tidak bisa lebih bagus dibandingkan kerja tim,” katanya mengingatkan. (ROBERT ADHI KSP, Penulis di BPKPT Kadin)
CATATAN: Tulisan ini dimuat di BPKPT Updates, “newsletter” Badan Pengembangan Kawasan Properti Terpadu Kadin, 20 Desember 2021
