Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pekan lalu menggelar rapat dengan para pengembang yang akan menyandang dana pembangunan kereta ringan (LRT) tersebut. (Kompas.com, 22/1/2015). LRT dipilih karena tidak banyak membebaskan lahan dan dapat dibangun di atas jalan-jalan yang sudah ada. LRT juga lebih fleksibel karena dapat dibangun di antara gedung-gedung jangkung. Kapasitas daya angkut LRT juga lebih besar dibandingkan dengan monorel dan bustransjakarta.
Menurut rencana, akan ada tujuh rute LRT, yaitu Kebayoran Lama-Kelapa Gading (21.6 kilometer), Tanah Abang-Pulomas (17,6 km), Joglo-Tanah Abang (11 km), Puri Kembangan-Tanah Abang (9,3 km), Pesing-Kelapa Gading (20,7 km), Pesing-Bandara Internasional Soekarno-Hatta (18,5 km), dan Cempaka Putih-Ancol (10 km).
Pengembang yang akan terlibat dalam pembangunan LRT Jakarta adalah Agung Sedayu Group, Agung Podomoro Group, JIExpo, PT Intiland, Lippo Group, Panin Group, Summarecon Agung, dan Pakuwon Group. Dua BUMD DKI Jakarta yang terlibat adalah PT Pembangunan Jaya Ancol dan PT Jakarta Propertindo (Jakpro).
Para pengembang ini memiliki berbagai proyek properti di Jakarta. Masuk akal apabila para pengembang itu ramai-ramai sepakat membangun LRT yang akan melintasi lokasi properti mereka. Selain akan membantu mengurangi kemacetan lalu lintas di Jakarta, kehadiran LRT akan memberi nilai tambah bagi properti itu.
LRT yang akan melintasi gedung perkantoran, apartemen, dan pusat perbelanjaan yang dibangun dan dioperasikan para pengembang itu diharapkan dapat mengurangi penggunaan mobil dan motor di Jakarta. Bagaimanapun, kehadiran mal-mal di seputar Jakarta ikut memberi kontribusi pada kemacetan lalu lintas.
Upaya Pemprov DKI Jakarta dan para pengembang properti itu layak didukung. Apalagi pembangunan LRT ini salah satu upaya menyambut Jakarta sebagai tuan rumah Asian Games 2018 (bersama Palembang di Sumatera Selatan).
Publik berharap pembangunan LRT bersinergi dengan transportasi massal cepat (MRT), KRL Commuter Line Jabodetabek, dan bus transjakarta. Masyarakat sudah lama mendambakan transportasi publik yang nyaman, aman, manusiawi, dan saling terhubung di Ibu Kota.
Sudah saatnya Jakarta memiliki sistem transportasi massal berkualitas internasional yang sama baiknya dengan kota-kota di dunia. Pemerintah harus memberi alternatif bagi warganya untuk melakukan mobilitas dan aktivitas. Kalau tidak naik mobil atau motor, warga harus menggunakan alternatif apa? Pemerintah tidak cukup dengan melarang kendaraan melintasi jalan tertentu, menaikkan pajak kendaraan, atau menerapkan jalan berbayar, tetapi juga wajib menyediakan transportasi massal yang baik. Publik berharap Gubernur Basuki Tjahaja Purnama dapat mewujudkan harapan tersebut.
SUMBER: SUDUT PANDANG, KOMPAS SIANG DIGITAL EPAPER, SELASA 27 JANUARI 2015