Boko Haram dan Kekerasan di Nigeria

ROBERT ADHI KSP

SERANGAN simultan Boko Haram ke berbagai kota di Nigeria beberapa tahun terakhir ini mencerminkan kegagalan pemerintahan Nigeria pimpinan Presiden Goodluck Ebele Azikiwe Jonathan melepaskan negeri itu dari kekacauan. Amnesti Internasional menyatakan, ratusan ribu warga sipil di Nigeria kini dalam bahaya.

Boko Haram, kelompok militan yang dicap sebagai organisasi teroris oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, menyerang Maiduguri, salah satu kota penting di Nigeria, Minggu (25/1).

Maiduguri adalah ibu kota Negara Bagian Borno. Kota itu menjadi pusat kendali operasi militer untuk menghadapi kelompok militan di tiga negara bagian, yaitu Adamawa, Borno, dan Yobe di timur laut Nigeria. Operasi militer dilancarkan menyusul pengumuman negara dalam keadaan darurat oleh Presiden Nigeria pada Mei 2013 selama enam bulan dan diperpanjang lagi pada 15 November untuk enam bulan berikutnya. Namun, yang terjadi, kekerasan semakin menjadi-jadi. Ironisnya, pada Januari 2015, kota Maiduguri jatuh ke tangan Boko Haram.

Belum lama, kelompok militan ini menyerang kota Monguno dan membakar ratusan rumah di wilayah itu. Monguno, kota berpenduduk 100.000 orang di timur laut Nigeria, berjarak sekitar 135 km dari Maiduguri yang berpenduduk 600.000 jiwa. Kedua kota itu terselip di sudut negara, dekat perbatasan Chad dan Kamerun (Strategic city falls in Nigeria’s battle against Boko Haram, CNN, 25 Januari 2015).

Kelompok militan memobilisasi lebih banyak orang dan kembali dengan kekuatan penuh sehingga pasukan pemerintah kewalahan.

Serangan ini merupakan rangkaian serangan yang dilakukan secara simultan oleh kelompok militan ini. Hingga kini, Boko Haram mengendalikan beberapa kota di wilayah timur laut Nigeria, yaitu kota-kota Baga, Marte, Ngala, Dikwa, Bama, Banki, Gwoza, Madagali, Gulak, Michika, Chibok, Buni Yadi, Monguno dan Maiduguri.

Boko Haram belum lama ini juga menyerang negara tetangga, Kamerun. Pada Mei 2014, sejumlah negara di Afrika, yaitu Benin, Chad, Kamerun, dan Niger, bergabung dengan Nigeria, bersama-sama menghadapi Boko Haram, menyusul penculikan yang dilakukan kelompok militan itu terhadap 276 pelajar sekolah di Chibok di Negara Bagian Borno, April 2014.

Presiden Nigeria Goodluck Jonathan menyebutkan, serangan Boko Haram di berbagai wilayah di negeri itu menyebabkan sedikitnya 12.000 orang tewas dan 8.000 orang lumpuh. Sampai saat ini, sebanyak 1,5 juta orang mengungsi dari zona konflik.

Sejak Boko Haram didirikan pada 2002, negeri ini mengalami kekerasan sektarian. Pada 2009, kelompok ini melancarkan operasi yang menewaskan ribuan orang. Pendiri dan pemimpin kelompok ini, Mohammed Yusuf, tewas (Who are Nigeria’s Boko Haram Islamists?, BBC Africa, 21 Januari 2015).

Organisasi militan ini memiliki pasukan penyerang yang terdiri atas ribuan orang. Mereka juga punya sel-sel yang mengkhususkan diri melakukan bom bunuh diri, dengan sasaran markas militer dan bank untuk mendapatkan senjata dan uang.

Boko Haram dicap sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat pada 2013. Australia, Selandia Baru, Inggris Raya, Kanada, dan Dewan Keamanan PBB juga menyatakan hal yang sama.

Nigeria berpenduduk 174 juta orang, terbagi dalam berbagai etnis, suku, dan agama. Suku Hausa-Fulani (29 persen) yang tinggal di wilayah utara, suku Yoruba (21 persen) di wilayah barat daya, suku Igbo (18 persen) di wilayah tenggara dan sekitarnya.

Nigeria sebenarnya termasuk dalam kategori negara yang ekonominya berkembang (emerging market). Berdasarkan peringkat Bank Dunia, Nigeria sudah naik kelas menjadi lower middle income. Bursa saham di Nigeria termasuk yang terbesar kedua di Afrika. Nigeria berada dalam peringkat ke-30 dunia dalam pendapatan per kapita (2012). Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) melihat pertumbuhan ekonomi Nigeria mencapai 8 persen pada 2011.

Nigeria adalah produsen minyak terbesar di Afrika dan salah satu yang terbesar di dunia. Ironisnya, pendapatan penduduk negeri itu rata-rata kurang dari 2 dollar AS sehari.

Korupsi dan pengangguran

Maraknya kekerasan sektarian ini membuat dunia internasional menyoroti Nigeria. Sorotan utama ditujukan kepada insititusi keamanan di negeri itu. Korupsi yang menyebar dalam institusi keamanan membuat aparat keamanan lemah dan tak mampu berhadapan dengan kelompok militan yang memiliki senjata dan kekuatan pasukan. Bahkan, ironisnya, banyak tentara yang tidak memiliki cukup senjata untuk melakukan perlawanan terhadap kelompok militan ini.

Sorotan kedua pada ketidakmampuan Pemerintah Nigeria mengurangi kemiskinan dan pengangguran di sejumlah wila- yah dan membangun sistem pendidikan yang mendukung masyarakat lokal. Beberapa pemerintah negara bagian berusaha meningkatkan kualitas pendidikan dan kesempatan lapangan pekerjaan, tetapi dukungan pemerintah pusat hampir tak ada.

Menjelang pemilihan umum di Nigeria tahun 2015, aksi-aksi kekerasan diperkirakan meningkat.

Nigeria tampaknya membutuhkan pemimpin baru yang mampu mengendalikan keamanan negeri itu serta menyelesaikan berbagai persoalan dalam negeri, termasuk memberantas korupsi dan menciptakan lapangan kerja.

SUMBER: DUDUK PERKARA, KOMPAS SIANG DIGITAL EPAPER, SENIN 26 JANUARI 2015