11 Oktober 2020: Dr Cri Sajjana Prajna Wekadigunawan mengunggah buku “Sofjan Wanandi dan Tujuh Presiden” yang sudah diterima Perpustakaan Universitas Esa Unggul di Jakarta Barat.

ROBERT ADHI KSP

Pada 18 September 2020 lalu, aku mengumumkan melalui media sosial Facebook, Twitter, dan Instagram bahwa aku akan berbagi buku. Buku yang akan kubagi itu berjudul “Sofjan Wanandi dan Tujuh Presiden” (edisi bahasa Indonesia) dan “Sofjan Wanandi and Seven Presidents” (edisi bahasa Inggris).

Aku hanya menyediakan 30 eksemplar buku. Hanya dalam beberapa jam setelah aku mengumumkan di media sosial, 30 eksemplar buku itu sudah habis dipesan.

Mengapa hanya 30 eksemplar? Awalnya aku berpikir, tak ada gunanya memesan terlalu banyak buku pada masa pandemi karena buku-buku ini bakal menumpuk di rumahku. Tetapi aku punya gagasan: mencoba menawarkan buku-buku ini melalui media sosial. Jumlah teman dan pengikutku (follower) di Facebook relatif banyak. Pasti ada satu-dua orang yang berminat. Selain di Facebook, aku juga mengunggah tawaranku membagikan gratis buku “Sofjan Wanandi dan Tujuh Presiden” melalui Instagram dan Twitter. Respon terbanyak datang dari sahabat-sahabat Facebook. Betapa dahsyatnya kekuatan media sosial –jika digunakan untuk kebaikan.

18 September 2020: aku mengumumkan akan membagikan gratis buku “Sofjan Wanandi dan Tujuh Presiden”, terutama kepada perpustakaan. Hanya dalam beberapa jam, 30 eksemplar buku sudah habis dipesan. Sepertiganya dikirim ke wilayah timur Indonesia di Nusa Tenggara Timur.

Buku-buku tersebut kukirim ke berbagai kota di Indonesia, sepertiganya ke wilayah pelosok timur Indonesia di Nusa Tenggara Timur (NTT). Ongkos kirim ke wilayah NTT lebih mahal dari harga buku itu sendiri. Karena itu aku bisa memaklumi betapa kawan-kawan di timur Indonesia sangat haus bacaan.

Pater Steph dari Lembata, NTT misalnya, pada 15 Oktober 2020 lalu menulis surat ke emailku.

Hallo Mas Robert Adhi, Salam ketemu. Salam hangat dari Oring Literasi Soverdi Bukit Waikomo, Lembata, NTT. Terima kasih atas kiriman bukunya. Lengkap dengan tanda tangan. Saya sangat bahagia menerimanya. Saya sangat kaget dapat kiriman yang luar biasa ini. Saya merintis Rumah Literasi: Siapkan buku, orang membaca, berdiskusi dan pelatihan menulis bagi banyak kalangan. Saya pernah bekerja di Flores Pos di Ende, Flores, selama 17 tahun dan memimpin koran milik SVD ini selama 15 tahun. Sekali lagi, terima kasih banyak atas perhatian Mas Adhi ini.

23 September 2020: Dr Linda Kusuma mengunggah di Facebooknya bahwa buku “Sofjan Wanandi and Seven Presidents” sudah diterima dan diserahkan ke Perpustakaan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Jawa Tengah.

Sebagian lagi buku-buku ini dikirim ke kota-kota di Perpustakaan Seminari Menengah Mertoyudan di Magelang dan Perpustakaan Universitas Kristen Satya Wacana di Salatiga, Jawa Tengah, juga ke Pondok Pesantren di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta; perpustakaan sekolah di Blitar, Jawa Timur; serta ke pedalaman Kalimantan Barat, tepatnya Perpustakaan Seminari Menengah di Sintang.

Pada 24 September 2020, pengasuh Pondok Pesantren Ar-Risalah Mlangi Nogotirto, Gamping, Sleman di DI Yogyakarta, H Syukron Amin menulis surat ke emailku bahwa buku “Sofjan Wanandi dan Tujuh Presiden” sudah diterima dan menjadi koleksi perpustakaan Ponpes tersebut.

Di Jakarta, beberapa sahabatku meresponnya dengan sangat cepat dan meminta aku mengirimkan buku Sofjan Wanandi itu ke alamat mereka. Sebagian mengatakan mengelola perpustakaan untuk warga di sekitar lingkungan rumah. Sebagian lagi mengatakan akan menyerahkan buku tersebut ke perpustakaan di kantor tempat mereka bekerja.

Mengapa aku mengutamakan berbagi buku ke perpustakaan sekolah, kampus, dan lembaga? Di perpustakaan, satu buku bisa dibaca banyak orang. Siapa tahu di antara sekian banyak orang yang membaca buku, ada yang terpacu, terinspirasi untuk mengejar impiannya lebih gigih. Siapa tahu? Ya, kita tidak pernah tahu.

Tapi aku meyakini pepatah yang menyebutkan, isi buku dapat mengubah seseorang. “Books don’t change people; paragraphs do, sometimes even sentences,” kata John Pipe, teolog asal Amerika. “Ordinary people have big TVs. Extraordinary people have big libraries,” kata Robin Sharma, penulis asal Kanada.

Karena kata-kata sangat powerful, aku memilih menulis kata-kata yang baik, yang inspiratif, yang bermanfaat bagi banyak orang. “Words have a magical power. They can either bring the greatest happiness or the deepest despair,” kata psikoanalis Sigmund Freud.

Itulah sebabnya aku lebih suka menulis buku-buku yang inspiratif, bukan yang merusak atau menghancurkan. Salah satu mediumnya adalah buku biografi, yang lebih banyak memberi inspirasi bagi para pembacanya. Words are powerful. They can create or they can destroy. So choose your words wisely.

Lulu F Pasha mengunggah buku “Sofjan Wanandi and Seven Presidents” di Faceboook dan Instagramnya.

Setelah 30 eksemplar habis dalam beberapa jam, aku kemudian memesan kembali buku “Sofjan Wanandi dan Tujuh Presiden” ini ke PBK. Program berbagi buku masih terus kulakukan. Pada 13 Oktober 2020 yang lalu, aku menyerahkan dua buku Sofjan Wanandi edisi bahasa Indonesia dan edisi bahasa Inggris untuk perpustakaan klub olahraga tempat aku menjadi anggota, yaitu Navapark Country Club.

13 Oktober 2020: Aku menyerahkan dua buku “Sofjan Wanandi dan Tujuh Presiden” (edisi Indonesia dan Inggris) kepada pengelola Navapark Country Club Library sebagai koleksi buku di sana.

Sebenarnya sejak dulu aku sudah “akrab” dengan buku. Aku pernah mendirikan perpustakaan ketika aktif dalam organisasi pemuda di Bandung. Jadi jika sekarang aku melaksanakan kembali program berbagi buku, itu bukan sesuatu yang aneh dan terkesan ‘tiba-tiba’.

Tahun 2019 lalu, aku menyerahkan satu koper berisi buku anak-anak untuk perpustakaan SD di sebuah kampung di Bali. Atas jasa baik seorang relawan, buku-buku itu dibawa ke Bali. Dari sekian banyak buku anak, terselip buku “Andy Noya: Kisah Hidupku”. Aku berharap anak-anak SD di Kampung Pegayaman menyerap pengalaman Bang Andy Noya dan menjadikannya pelajaran hidup yang berharga. Mengalami masa sulit pada masa kecil bukan akhir segala-galanya. Yakinlah, kesulitan itulah yang akan menjadi kekuatan saat menjalani masa dewasa dan menghadapi masa depan.

Ketika aku mendapatkan royalti buku “Andy Noya: Kisah Hidupku” tahun 2016, aku membeli buku-buku terbaru terbitan Penerbit Buku Kompas, dan menyerahkan satu kardus buku-buku tersebut langsung kepada Bang Andy Noya, untuk kemudian menjadi koleksi perpustakaan di Kampung Dadap, Serpong, Tangerang Selatan — yang “dibina” Bang Andy. (Sejak itu, royalti buku ini selalu mengalir. Hingga tahun 2020, buku ini sudah memasuki cetakan ke-23. Percaya atau tidak, kebaikan yang kita lakukan selalu mendatangkan kembali rezeki karena Semesta memberi dukungan).

24 Februari 2016: Aku menyerahkan satu kardus buku-buku terbaru terbitan Penerbit Buku Kompas untuk perpustakaan Kampung Dadap, Serpong, Tangerang Selatan, yang dikelola Bang Andy Noya. Buku-buku itu aku beli dari hasil royalti yang aku dapatkan dari buku “Andy Noya: Kisah Hidupku” (hasil kolaborasiku dengan Andy Noya).

Aku ingin menyampaikan terima kasih untuk sahabat-sahabatku yang merespon tawaranku tempo hari, yang mengabarkan buku “Sofjan Wanandi dan Tujuh Presiden” sudah diterima, dan mengunggahnya di Facebook masing-masing.

Salah satu kebahagiaanku adalah berbagi buku. Semoga di masa depan, aku tetap dapat melaksanakan program berbagi buku ini, terutama untuk perpustakaan yang membutuhkan. Aku ingat pesan Bang Andy Noya di halaman depan buku “Andy Noya: Kisah Hidupku”: Tidak perlu menunggu untuk bisa menjadi cahaya bagi orang-orang di sekelilingmu. Lakukan kebaikan, sekecil apa pun, sekarang juga.

Kalimat Bang Andy Noya ini ‘provokatif’ sekaligus inspiratif. Berbagi buku memang hanya ‘kebaikan’ kecil tetapi membahagiakan orang yang menerimanya (dan tentu yang mengirimkannya).

Tidak perlu menunggu untuk bisa menjadi cahaya bagi orang-orang di sekelilingmu. Lakukan kebaikan, sekecil apa pun, sekarang juga

ANDY F NOYA DALAM BUKU “ANDY NOYA: KISAH HIDUPKU”