ROBERT ADHI KSP

AKHIR September ini, Bank Indonesia akan memperketat kebijakan kredit pemilikan rumah dalam status inden. Bank dilarang mengucurkan KPR apabila rumah belum dibangun. Dengan demikian, pengembang tidak bisa lagi hanya bermodal gambar atau brosur saat menjual produk properti kepada konsumen.

Kebijakan baru Bank Indonesia ini bertujuan melindungi nasabah, mengerem aksi spekulan, menghentikan laju harga properti yang terus melambung tinggi tak terkendali, dan menghentikan langkah pengembang yang selama ini menjual produk tanpa modal (hanya mengandalkan dana KPR yang dikucurkan bank).

Industri properti dalam lima tahun terakhir ini mengalami booming. Data Bank Indonesia menunjukkan, penyaluran KPR serta kredit pemilikan apartemen dan ruko selama tiga bulan pertama tahun 2013 tumbuh 19,08 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Penyaluran kredit properti (rumah, apartemen, ruko) seluruhnya pada kuartal I tahun 2013 mencapai Rp 251,95 triliun.

Industri properti berkibar berkat pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi (6 persen), suku bunga yang relatif rendah (8 persen), dan meningkatnya daya beli masyarakat. Banyak lapangan kerja tercipta dari sektor properti dan konstruksi serta usaha ikutannya.

Ironisnya, perkembangan industri properti tersebut tidak diimbangi dengan penyediaan rumah dengan harga terjangkau. Harga produk properti makin tidak terkendali dan makin menggila. Pengembang swasta terus menangguk keuntungan dari kenaikan harga rumah dan tanah yang bergerak liar tanpa kendali.

Sebagai contoh, harga rumah dengan lahan seluas 250 meter persegi di kawasan Serpong yang pada 2003 sekitar Rp 400 juta saat ini sudah 9-10 kali lipat! Harga rumah makin tak logis lagi! Saat ini sulit bagi rakyat kebanyakan mendapatkan rumah yang layak dengan harga terjangkau.

Sampai tahun 2013, sebanyak 15 juta rakyat Indonesia belum memiliki rumah. Backlog perumahan terlalu menganga. Indonesia saat ini menghadapi kondisi darurat perumahan. Apa langkah pemerintah untuk mengendalikan harga properti yang menggila?

Tahun ini, pemerintah menerapkan aturan loan to value (LTV), yaitu rasio nilai kredit yang diberikan bank terhadap nilai agunan saat awal pemberian kredit maksimal 70 persen. Ini berarti pembeli properti harus menyediakan uang muka minimal 30 persen dari harga jual. Aturan ini setidaknya mengurangi aksi spekulan yang selama ini membeli untuk berinvestasi, dijual kembali, bukan untuk ditempati.

Kenaikan suku bunga belakangan ini juga akan mengerem laju pertumbuhan properti. Adapun kebijakan KPR inden yang diberlakukan mulai akhir September akan mengerem pengembang yang hanya bermodalkan gambar dan brosur, serta menghentikan aksi para spekulan yang sedikit-banyak ikut andil menentukan harga properti.

Kebijakan Bank Indonesia itu membuat Ketua Umum DPP REI Setyo Maharso cemas. Sejumlah pengembang khawatir kejayaan industri properti meredup.

Namun, membiarkan harga rumah makin tak terkendali juga berbahaya. Rakyat makin sulit memiliki rumah yang layak dengan harga terjangkau. Sudah saatnya pemerintah turun tangan, melakukan intervensi mengendalikan harga properti agar tidak semakin liar.

robert.adhiksp@kompas.com

 SUMBER: SUDUT PANDANG – KOMPAS SIANG, SENIN 23 SEPTEMBER 2013

rumah utk rakyat