Stasiun Palmerah
Suasana di Stasiun Palmerah Jakarta pada jam sibuk. PT KAI sudah waktunya melengkapi fasilitas pendukung seperti misalnya tempat duduk dan peron yang lebih panjang. Foto: ROBERT ADHI KSP

oleh ROBERT ADHI KSP

Jumlah penumpang kereta rel listrik ”commuter line” Jabodetabek meningkat  sejak penerapan tiket elektronik dan tarif progresif.   Pekerja komuter yang tinggal di pinggiran Jakarta makin banyak yang memanfaatkan KRL sebagai sarana transportasi.

Pada bulan Juli 2013,  rata-rata 575.000 orang menggunakan KRL  di Jabodetabek setiap hari. Jumlah ini naik 10 persen-20 persen  dari jumlah penumpang sebelum pemberlakuan tiket elektronik dan tarif progresif.

Jumlah penumpang, kata Direktur Utama PT Kereta Commuter Jabodetabek (KCJ) Tri Handoyo, ditargetkan menjadi 600.000 orang per hari. Untuk mengantisipasi meningkatnya jumlah penumpang, PT KCJ akan mendatangkan 18 gerbong baru secara bertahap mulai 20 September 2013 sampai Januari 2014.

Peningkatan jumlah penumpang KRL sangat terasa, terutama sejak pemberlakuan tarif progresif. Tarif KRL AC  untuk lima stasiun pertama menjadi  Rp 2.000 sekali jalan. Tarif ini turun drastis dari sebelumnya Rp 7.000-Rp 8.000 (tarif flat). Penumpang yang menggunakan kereta  ekonomi yang dihapus beralih ke KRL AC. Akibatnya, gerbong-gerbong KRL selalu penuh sejak pagi hingga malam, tak hanya pada jam-jam sibuk.

Penumpang juga mulai tertib dan disiplin setelah PT KCJ menerapkan tiket harian berjaminan (THB). Penjualan tiket elektronik multitrip  (yang dapat digunakan berulang kali) naik 30 persen, menjadi sekitar 200.000.

KRL Commuter Line
KRL Commuter Line Serpong-Tanah Abang di Stasiun Palmerah, Jakarta. Pekerja komuter yang tinggal di pinggiran Jakarta kini makin banyak yang menggunakan KRL. FOTO: ROBERT ADHI KSP

Stasiun-stasiun KA di Jabodetabek mulai terlihat bersih dari pedagang kaki lima dan asongan. Di pintu masuk dan pintu keluar stasiun, petugas berjaga di dekat mesin pembaca tiket elektronik. Di sejumlah stasiun di pinggiran Jakarta, lahan parkir diperluas agar dapat dimanfaatkan pengguna jasa kereta yang membawa mobil dan motor.

Pembenahan yang dilakukan Dirut PT Kereta Api Indonesia (KAI) Ignasius Jonan  patut diberi apresiasi. Sebelumnya, bertahun-tahun, PT KAI menyia-nyiakan potensi KRL sebagai sarana transportasi massal.

Selama ini pemerintah sibuk membangun jalan tol berbayar, tetapi mengabaikan KRL. Pemerintah juga sibuk berwacana membangun subway, MRT, monorel, tetapi sudah lebih dari 20 tahun berlalu, itu semua masih wacana, tanpa hasil!

Sementara itu kemacetan jalan di Jakarta dan Bodetabek  makin menjadi-jadi. Ibaratnya pembangunan jalan bergerak seperti deret hitung, sementara pertumbuhan kendaraan bermotor seperti deret ukur.

Jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar di Samsat DKI Jakarta tercatat 13,3 juta unit (data Januari 2013), terdiri dari sepeda motor 9,8 juta dan mobil 2,5 juta, sisanya mobil beban dan bus. Kebijakan pemerintah tentang mobil murah diperkirakan makin menyesakkan jalan di Ibu Kota. Bukan mustahil, suatu saat, jalan-jalan di Jakarta bakal macet total!

Karena itu, tak ada jalan lain, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus berpihak pada transportasi massal.

Kabar terkini, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kementerian Perhubungan (Kemhub) akan membangun lintas rel layang di jalur lingkar Jakarta mulai Januari 2014.

Pembangunan itu  bertujuan agar frekuensi kedatangan KRL setiap 3-5 menit dari kedua arah. Rel layang di lintas barat sejauh 14,3 kilometer dengan rute Manggarai-Tanah Abang-Kampung Bandan, sedangkan di lintas timur sepanjang 11,2 km di rute Kampung Bandan-Pondok Jati-Manggarai.

Rencana pembangunan ini tentu saja kabar gembira, dan mudah-mudahan tidak sekadar wacana.

KRLCommuter Line
KRL Commuter Line Serpong-Tanah Abang pada pagi hari masih longgar. Pada jam sibuk, gerbong makin padat. FOTO: ROBERT ADHI KSP

 Peron  dan trotoar

Setelah tiket elektronik dan tarif progresif diberlakukan, frekuensi kedatangan kereta diperbanyak, dan  rangkaian gerbong ditambah,  masih ada pekerjaan rumah lain yang harus dibereskan. Peron sebaiknya diperpanjang untuk mengantisipasi tambahan gerbong.

Stasiun-stasiun dibuat nyaman agar penumpang tidak kehujanan apabila hujan turun. Sediakan pula tempat duduk yang layak dan memadai. Bila memungkinkan sediakan tempat ngeteh dan ngopi, dilengkapi fasilitas internet.

Jangan lupakan tempat dan fasilitas bagi penyandang cacat agar mereka juga dapat naik dan turun KRL dengan mudah.

PT KAI bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi DKI, dan pemda-pemda di Bodetabek,  juga perlu membangun kawasan pedestrian atau trotoar menuju stasiun-stasiun kereta, jangan hanya memperluas lahan parkir.

Selain itu, layanan KRL perlu terintegrasi dengan moda transportasi lain, seperti bus transjakarta di Jakarta dan angkutan umum  di Bodetabek.

Untuk masuk dan keluar stasiun, penumpang dapat berjalan kaki dengan aman dan nyaman di trotoar, serta dengan mudah mendapatkan moda transportasi lainnya.

Apabila kelak monorel dan MRT selesai dibangun, integrasi antarmoda transportasi ini juga perlu direalisasikan. KRL di Jabodetabek, bukan tidak mungkin, akan menjadi primadona transportasi.

Dengan demikian, tujuan menjadikan KRL sarana transportasi massal utama di Jabodetabek  untuk mengurangi kemacetan lalu lintas Jakarta bisa  tercapai.  ***

(Sumber: Duduk Perkara – KOMPAS SIANG, Kamis 29 Agustus 2013)