oleh ROBERT ADHI KSP
Belum lama ini, Facebook merilis data yang mengungkapkan, dalam enam bulan pertama tahun 2013, sebanyak 74 negara di seluruh dunia mengajukan permintaan agar Facebook membuka informasi tentang 38.000-an pengguna.
Dalam Global Government Requests Report yang dirilis Facebook, 27 Agustus, dan dikutip berbagai media internasional terungkap bahwa Pemerintah Amerika Serikat mengajukan permintaan terbanyak untuk membuka informasi 20.000-21.000 pengguna. Sementara Pemerintah Inggris mengajukan permintaan informasi tentang 2.337 pengguna.
Sebagian besar permintaan ini berkaitan dengan kasus kriminal, antara lain perampokan dan penculikan. Dalam banyak kasus, permintaan pemerintah terkait informasi dasar pengguna, seperti nama dan masa kerja. Permintaan lain berkaitan dengan pencarian alamat IP atau konten akun sebenarnya.
Sejauh ini, sesuai data yang dirilis Facebook, belum ada catatan Pemerintah Indonesia mengajukan permintaan kepada Facebook terkait informasi pengguna.
Facebook memegang kuat panduan untuk menangani permintaan pemerintah tersebut, kata Colin Stretch, Facebook General Counsel. Facebook akan terus memublikasikan daftar permintaan informasi pengguna secara transparan. ”Kami berharap laporan ini berguna bagi pengguna Facebook di tengah perdebatan yang sedang berlangsung tentang standar tepat menanggapi permintaan pemerintah yang melakukan penyelidikan resmi terhadap pengguna Facebook,” kata Colin.
Facebook juga merilis persentase permintaan pemerintah yang dapat dipenuhi. Tidak semua permintaan untuk membuka data pengguna dipenuhi Facebook.
Kelompok hak asasi manusia Privacy International menyambut baik publikasi Facebook sekaligus menyampaikan keprihatinan yang luas.
”Menyadari pertumbuhan Facebook dalam kehidupan masyarakat di seluruh dunia saat ini sangat tinggi, kami memuji publikasi ini. Sejak dokumen yang dibocorkan Edward Snowden dipublikasikan dan dianalisis, kita tahu informasi seperti apa yang ingin dikumpulkan pemerintah tentang kita. Ini realitas menakutkan,” demikian Privacy International seperti dikutip BBC.
Privacy International meminta pemerintah tak perlu menggunakan perantara Facebook, Google, dan Microsoft untuk mendapatkan data pengguna.
The Guardian menyebutkan, dalam dokumen yang disebarkan pembocor National Security Agency (NSA) Edward Snowden dikatakan bahwa NSA bisa memperoleh basis data e-mail, obrolan online, dan catatan browsing.
Peran Facebook
Sejak Facebook dibuka 4 Februari 2004 silam, jumlah penggunanya hingga Maret 2013 tercatat 1,15 miliar orang. Pengguna terbanyak (sampai Januari 2013) adalah warga Amerika Serikat (168,8 juta orang), disusul Brasil (64,6 juta orang), India (62,6 juta orang), Indonesia (51,4 juta orang), dan Meksiko (40,2 juta orang).
Facebook tetap diminati karena makin banyak telepon seluler pintar dan tablet yang memasang aplikasi media sosial itu. Penggunaan Facebook di ponsel pintar (data awal 2013) mencapai 604 juta orang. Dari jumlah itu, 192 juta orang pengguna Android, 147 juta orang pengguna iPhone, dan 48 juta orang pengguna iPad.
Founder Facebook, Mark Zuckerberg, belum lama ini menyampaikan harapannya agar 5 miliar orang di muka bumi bisa saling terhubung melalui internet. Saat ini, ”baru” 2,7 miliar orang yang mengakses internet.
Facebook telah memainkan banyak peranan yang berdampak besar. Berkat Facebook, alumni sekolah bisa bertemu kembali. Saudara yang terpisah puluhan tahun pun bisa bertemu lagi via Facebook.
Di Amerika Serikat, politisi dan penggerak kampanye mengumpulkan pendukung melalui Facebook Fan Pages. Barack Obama dalam kampanye pemilihan presiden tahun 2008 dan tahun 2012 memanfaatkan Facebook untuk menjangkau para pendukungnya.
Namun, media sosial ini juga telah menjadi ancaman bagi rezim di sejumlah negara. Facebook dilarang, antara lain, di China, Iran, Pakistan, Suriah, dan Vietnam.
Perdana Menteri Turki Recep Sayyid Erdogan menyebut media sosial sebagai ”ancaman terburuk bagi Turki” menyusul gelombang protes anti-pemerintah awal tahun ini.
Pada Januari 2011, Facebook memainkan peranan penting menggerakkan revolusi Mesir 2011, yang akhirnya menjatuhkan Presiden Hosni Mubarak. Di Tunisia, Facebook menjadi alat utama menggerakkan dan menghubungkan demonstran.
Dari data Arab Social Media Report yang dirilis Dubai School of Government tahun 2011 terungkap, sembilan dari 10 orang Mesir dan Tunisia menggunakan Facebook untuk mengorganisasi demonstrasi dan menyebarkan informasi yang menyadarkan warga. Pengguna Facebook di negara-negara Arab (Mesir, Tunisia, dan Bahrain) meningkat dua kali lipat (”Facebook and Twitter Key to Arab Springs”, The National, 6 Juni 2011).
Bagaimana dengan Indonesia? Ketika Indonesia-Malaysia ribut-ribut soal Ambalat sampai reog ponorogo, Facebook menjadi alat provokasi melawan Malaysia. Grup-grup Facebook bermunculan, yang semua isinya sama dan senada.
Facebook juga menggerakkan ribuan orang Indonesia mendukung Prita Mulyasari (yang berperkara dengan RS Omni Tangerang).
Media sosial Facebook dan Twitter menjadi sarana komunikasi yang ampuh. Di Indonesia, pemerintah tidak terlalu menekan pengguna media sosial. Bahkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memanfaatkan media sosial sebagai sarana komunikasi.
Yang menjadi persoalan bersama, dari 1,15 miliar pengguna di seluruh dunia saat ini, ada yang memanfaatkan Facebook untuk aksi kejahatan, termasuk aksi terorisme.
Memang bukan hanya Facebook. Media sosial lain, Twitter, surat elektronik Google, Yahoo!, dan Microsoft, juga diminta pemerintah di sejumlah negara untuk membuka identitas pengguna yang mencurigakan. Mereka yang bermain di media sosial dengan nama samaran, terutama menggunakannya sebagai alat kejahatan, bisa dilacak dan tabir pengguna bisa disingkap.
Sepanjang untuk membongkar aksi kriminal, sikap Facebook dan yang lain membantu penegak hukum di sejumlah negara menangkap penjahat bisa dimaklumi. Namun, jika digunakan untuk kepentingan politik ataupun ekonomi, pembeberan data pengguna media sosial bisa menjadi realitas menakutkan pada abad digital. ***
(Sumber: KOMPAS SIANG – Duduk Perkara, Senin 2 September 2013)