Kawasan belanja Nanjing Road di Shanghai, China memiliki shopping street yang lebar dan nyaman. FOTO: ROBERT ADHI KSP
Kawasan belanja Nanjing Road di Shanghai, China memiliki shopping street yang lebar dan nyaman. FOTO: ROBERT ADHI KSP

oleh ROBERT ADHI KSP

Perhatian Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terhadap trotoar yang nyaman dan aman bagi pejalan kaki selama ini sangat kurang. Padahal di banyak kota besar di dunia, pejalan kaki diberi tempat terhormat. Bahkan di banyak kawasan belanja di dunia, pejalan kaki diberi ruang yang lega di kawasan ”shopping street”.

Akan tetapi, saat ini, jangankan  shopping street yang nyaman dan aman, jumlah trotoar yang layak pun bisa dihitung dengan jari. Banyak trotoar berubah fungsi menjadi lahan pedagang kaki lima, lintasan sepeda motor, dan lahan parkir mobil. Hak pejalan kaki diserobot.

”Ancaman” Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama kepada para pedagang bunga yang mengokupasi trotoar di Jalan Asia Afrika, Senayan, belum lama ini, cukup ampuh. Mereka memundurkan dagangan sejauh 2 meter. Namun, itu tentu saja  tidak cukup.  Para pedagang  seharusnya angkat kaki dari sana. Mereka tidak boleh mengambil hak pejalan kaki. Mengapa?

Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum dalam pasal 25 ayat (2) secara jelas menyebutkan pedagang kaki lima dilarang berdagang di trotoar, halte, dan tempat umum.

Kondisi serupa banyak terjadi di Jakarta. Trotoar di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat, misalnya,  malah menjadi tempat lalu lintas sepeda motor.  Pejalan kaki waswas diserempet. Padahal di banyak kota di mancanegara, kawasan kota tua bebas dari kendaraan bermotor agar wisatawan bisa menikmati suasana kota tua dengan nyaman.

Contoh lainnya, trotoar di tepi jalan arteri menuju Stasiun Palmerah, sebagian diokupasi pedagang  dan sebagian dijadikan lahan parkir mobil.  Banyak trotoar di berbagai lokasi lainnya mengalami kondisi yang sama.

Trotoar di Jakarta yang layak baru terlihat di Jalan MH Thamrin dan Jalan Sudirman, yang memiliki lebar 3 meter hingga 5 meter. Akan tetapi, trotoar ini pun masih sering diokupasi pengendara motor. Sungguh mengherankan, Jakarta yang berusia 468 tahun masih meminggirkan pejalan kaki!

”Shopping street”

Sebagai kota wisata belanja, Jakarta juga belum memiliki shopping street. Padahal Jakarta memiliki banyak pusat perbelanjaan dan mengklaim diri sebagai kota destinasi wisata belanja.

Kota-kota besar di mancanegara yang memiliki shopping street, antara lain, New York (Fifth Avenue), Shanghai (Nanjing Road dan The Bund), Singapura (Orchard Road), Paris (Champs-Elysees dan Boulevard Haussman), Milan (Vittorio Emanuele II), atau Fukuoka (Tenjin). Di kota-kota itu, pejalan kaki mendapat tempat terhormat, menikmati trotoar lebar sambil berbelanja di gedung-gedung di sepanjang jalan.

Kawasan belanja Vittorio Emanuele II, Milan, Italia, memiliki shopping street yang lebar dan nyaman. FOTO; ROBERT ADHI KSP
Kawasan belanja Vittorio Emanuele II, Milan, Italia, memiliki shopping street yang lebar dan nyaman. FOTO; ROBERT ADHI KSP

Di Fifth Avenue, orang leluasa berjalan kaki, menikmati kawasan Manhattan di New York, Amerika Serikat. Di Nanjing Road, Shanghai, warga menikmati kawasan pedestrian yang lebar sambil berbelanja, sedangkan di kawasan The Bund, wisatawan yang datang  berjalan kaki di trotoar lebar di tepi sungai, sambil menikmati gedung-gedung tua bersejarah di Shanghai.

Di Jakarta? Wisatawan pasti bingung mencari shopping street yang biasa ditemukan di kota-kota besar di mancanegara.

Kawasan belanja di Senayan, misalnya, belum menyediakan trotoar nyaman dan aman yang saling menghubungkan pusat- pusat perbelanjaan.  Antara Plaza Senayan, Senayan City, fX Sudirman, dan Ratu Plaza, semestinya saling terhubung satu sama lain. Misalnya, mal-mal ini memiliki akses jalan bawah tanah yang memudahkan pengunjung berjalan kaki.

Area bawah tanah juga bisa menjadi pusat perbelanjaan dan pusat keramaian, seperti yang terlihat di  Fukuoka (Tenjin Underground Shopping Arcade) ataupun di Singapura (kawasan Orchard Road).

New Tenjin Underground Shopping Arcade, kawasan belanja  bawah tanah di Tenjin, Fukuoka, Jepang. FOTO: ROBERT ADHI KSP
New Tenjin Underground Shopping Arcade, kawasan belanja bawah tanah di Tenjin, Fukuoka, Jepang. FOTO: ROBERT ADHI KSP

Demikian pula kawasan belanja di Thamrin, Jakarta Pusat. Antara Plaza Indonesia dan eX memang sudah terhubung karena masih satu pengelola. Bagaimana dengan Plaza Indonesia dan Grand Indonesia ataupun Thamrin City? Apakah tersedia shopping street yang membuat nyaman pejalan kaki?

Contoh lainnya, antara Mal Taman Anggrek dan Central Park di Jakarta Barat, juga tidak saling terhubung. Tak ada akses shopping street di antara kedua pusat perbelanjaan tersebut.

Semua pengelola pusat perbelanjaan seakan masih memikirkan kepentingan sendiri. Dalam hal ini, alangkah baiknya Gubernur DKI Jakarta turun tangan, meminta semua pengelola mal saling bekerja sama untuk kepentingan Jakarta.

Sebelum krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997, pengusaha Ciputra pernah melontarkan gagasan membangun kawasan semacam Orchard Road di Jalan Casablanca (Prof Satrio). Sayang, krisis moneter menghentikan gagasan itu. Setelah krisis berlalu, ide Ciputra tersebut masih hidup dengan berdirinya Ciputra World dan Kuningan City. Sayangnya, shopping street di jalur Casablanca tak mulus. Beberapa pusat bisnis di sana tidak menyediakan tempat bagi pejalan kaki! Bagaimana bisa berharap kawasan itu menjadi Orchard Road?

Sudah banyak rencana yang disampaikan beberapa Gubernur DKI Jakarta di masa lalu, tetapi sayangnya, itu baru sebatas wacana. Padahal sudah berulang kali pejabat-pejabat DKI Jakarta melakukan studi banding ke mancanegara, tetapi entah apa hasilnya.

Kita berharap sekaligus yakin Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan jajarannya peduli  membenahi trotoar dan membangun shopping street, termasuk menyediakan fasilitas bagi penyandang cacat di lokasi-lokasi publik tersebut.

Trotoar yang nyaman dan aman sudah merupakan kebutuhan warga Jakarta. Demikian pula shopping street di kawasan-kawasan belanja di Jakarta sudah saatnya dibangun.

(Sumber: KOMPAS SIANG – Duduk Perkara, Selasa 27 Agustus 2013)

Duduk Trotoar