Ledakan di sebuah bus pada Senin (30/12) pagi menewaskan 14 orang. Kurang dari 24 jam sebelumnya, bom bunuh diri di stasiun kereta di kota yang sama menewaskan 17 orang. Dua aksi teror ini terjadi sebulan menjelang Olimpiade Musim Dingin di Sochi, 7-23 Februari 2014.
Volgograd, yang sebelumnya dikenal dengan nama Stalingrad, adalah kota terbesar di dekat wilayah konflik Kaukasus. Kota yang menyimpan kisah berdarah selama Perang Dunia II ini menghubungkan Moskwa dengan wilayah Rusia selatan.
Hingga kini belum ada pihak yang menyatakan bertanggung jawab, tetapi pihak keamanan Rusia mencurigai kelompok separatis Chechnya di balik dua serangan tersebut. Kekerasan di Rusia ini diduga kuat berkaitan dengan konflik di wilayah Kaukasus utara.
Sementara itu, Emirat Kaukasus Rusia mengeluarkan pernyataan, dua serangan itu bisa jadi aksi kelompok di wilayah Kaukasus, tetapi juga bisa dilakukan kelompok lain yang tak ada kaitan dengan konflik di wilayah tersebut.
Sebelumnya, pada Juli 2013, Doku Umarov, pemimpin kelompok separatis, merilis video yang menyatakan akan mengeluarkan ”kekuatan maksimum” untuk mengganggu Olimpiade Musim Dingin di Sochi. Ancaman itu dianggap serius karena saat ini Doku Umarov orang paling dicari Rusia. Siapa saja yang memiliki informasi tentang Umarov dijanjikan mendapat hadiah 5 juta dollar AS.
Umarov disebutkan bertanggung jawab atas bom bunuh diri di kantor Kementerian Dalam Negeri Chechnya pada Mei 2009, peledakan bom di kereta cepat Nevsky Express pada 2009 yang menewaskan 28 orang, peledakan bom di kereta bawah tanah Moskwa pada 2010 yang menewaskan 40 orang, dan peledakan bom di Bandara Domodedovo di Moskwa pada 2011 yang menewaskan 36 orang.
Pemimpin Chechnya, Ramzan Kadyrov, geram dengan pernyataan Umarov. ”Saya yakin kami akan mengusirnya sebelum Olimpiade dimulai,” katanya setelah Umarov menyampaikan pernyataan akan mengganggu Olimpiade di Sochi. Kadyrov adalah mantan pemberontak yang pro-Moskwa (CNN, 30/12).
Kelompok spiritual Muslim Tatarstan mengalokasikan satu juta rubel (setara dengan 30.471 dollar AS) untuk keluarga korban yang tewas dan terluka dalam serangan bom di Volgograd. ”Kami, orang Muslim, peduli. Agama kami mengajarkan untuk membantu orang dalam kesulitan,” kata Mufti Kamil Samigullin, seperti dikutip kantor berita Itar-Tass (Russia Times, 30/12).
Presiden Komite Olimpiade Internasional Thomas Bach tetap percaya otoritas Rusia dapat mengamankan Olimpiade di Sochi. (BBC, 30/12).
Presiden Rusia Vladimir Putin menjamin Olimpiade Musim Dingin di Sochi akan berlangsung aman dengan pengamanan super ketat. Pengunjung ke Sochi dan wilayah sekitarnya akan melalui pengecekan keamanan. Pelat nomor kendaraan akan terus dipantau.
Mengapa Volgograd menjadi target? Salah satu alasan yang rasional adalah karena kota itu menghubungkan Moskwa dan wilayah lain di Rusia tengah dengan Sochi. Semua kereta menuju Sochi harus melalui stasiun Volgograd. Demikian pula kereta dari dan ke wilayah Kaukasus utara harus melalui Volgograd.
Konflik di Kaukasus utara
Wilayah Kaukasus utara meliputi wilayah Chechnya, Dagestan, Ingushetia, Kabardino-Balkaria, dan Ossetia utara. Konflik di wilayah ini sudah terjadi sejak bertahun-tahun lalu dan menelan banyak korban. Warga Chechen mengklaim tinggal di wilayah Pegunungan Kaukasus sejak lebih dari 5.000 tahun silam.
Standar hidup di wilayah Kaukasus relatif lebih rendah dan miskin dibandingkan dengan wilayah Rusia lainnya. Penganggur merajalela dan kematian bayi relatif tinggi. Populasi Chechnya sekitar 1 juta orang, sebagian besar Muslim Sunni, tetap mempertahankan identitas budaya dan bahasa.
Pada 1991, Chechnya secara resmi mengumumkan berjuang untuk kemerdekaan dan menyatakan tidak pernah bergabung dengan Rusia. Pemerintahan Rusia pada awalnya tidak menanggapi serius hal itu. Namun, setelah serangkaian serangan pemberontak terjadi, Presiden Rusia (pada masa itu) Boris Yeltsin mengirim 40.000 serdadu Rusia pada 1994 untuk memadamkan pemberontakan. Selama dua tahun, pertempuran terjadi. Rusia tetap mengklaim wilayah Kaukasus bagian dari negeri itu dan mengizinkan wilayah itu menjalankan pemerintahan dengan otonomi khusus. Namun, perdamaian tidak kunjung tiba.
Pemberontak garis keras melanjutkan serangan. Banyak orang jadi korban kekerasan di sejumlah tempat di Rusia. Pada September 1999, misalnya, pemberontak melakukan peledakan bom di sejumlah apartemen di Moskwa dan kota-kota di selatan, yaitu Buynaksk dan Volgodonsk. Hampir 300 orang tewas.
Perang lanjutan pada tahun 1999-2009 menewaskan sekitar 15.000 prajurit Rusia dan 300.000 warga Chechnya. Lebih dari sepertiga penduduk Cechnya mengungsi. Infrastruktur di wilayah itu hancur berantakan. PBB pada 2002 menyebutkan, ibu kota Chechnya, Grozny, sebagai ”kota paling hancur di muka bumi ini”.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia dunia menyebutkan, Moskwa mengabaikan hak-hak sipil dalam memerangi terorisme, termasuk melakukan pembunuhan ilegal. Di bagian lain, pemberontak Chechnya disebutkan menakutkan dunia dengan serangan-serangan yang menargetkan warga sipil.
Pejuang Chechnya menyandera 700 penonton di teater Moskwa pada 2002. Dalam upaya pembebasan, 120 sandera tewas. Pejuang Chechnya juga mengambil alih sebuah sekolah di Beslan di Ossetia utara pada 2004. Lebih dari 330 orang tewas, separuhnya anak-anak.
Kekerasan di Chechnya sebenarnya mulai surut menyusul kematian militan Shamil Basayev pada Juli 2006. Namun, kekerasan berpindah ke wilayah Dagestan dan Ingushetia. Kekerasan yang panjang di Kaukasus utara menyebabkan sejumlah kecil militan dari luar Chechnya bergabung, beberapa di antaranya memiliki kaitan dengan Al Qaeda.
Kekerasan dan aksi teror di wilayah ini tampaknya belum akan berakhir. Laporan International Crisis Group pada Oktober 2012 menyebutkan, persoalan ekonomi, politik, agama, dan etnis meningkatkan ketegangan di wilayah Kaukasus utara.
SUMBER: DUDUK PERKARA, KOMPAS SIANG DIGITAL, SELASA 31 DESEMBER 2013