Gambar

ROBERT ADHI KSP

Kasus tabloid ”Obor Rakyat” yang melibatkan Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah Setyardi Budiyono menjadi perhatian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Melalui juru bicara kepresidenan, Presiden SBY menegaskan bahwa Istana tidak tahu-menahu tindakan Setyardi menerbitkan ”Obor Rakyat”. Isi tabloid ini semuanya fitnah dan meniupkan isu SARA, yang mendiskreditkan calon presiden Joko Widodo.

Juru bicara kepresidenan kepada pers, Sabtu (14/6), mengungkapkan, Presiden sangat terganggu dengan berita tersebut dan menjanjikan akan ada investigasi dan tindakan dari Sekretariat Kebinet yang membawahi staf khusus.

Selain menjabat staf khusus presiden, Setyardi Budiyono saat ini juga menjabat komisaris PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIII. Nama Setyardi berada dalam tabloid Obor Rakyat sebagai pemimpin redaksi.

Setyardi bersikukuh tabloidnya merupakan karya jurnalistik. Dia mencantumkan namanya dalam tabloid itu. Namun, Dewan Pers menegaskan, tulisan-tulisan yang dimuat dalam tabloid Obor Rakyat bukan karya jurnalistik yang dikerjakan dengan menghormati kode etik jurnalistik, di antaranya tidak menyinggung suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA).

Dewan Pers menilai penulisan Obor Rakyat tidak didasarkan pada fakta-fakta yang ada dan dikonfirmasi dengan benar. Pengelola Obor Rakyat telah menyalahi Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 tentang Kode Etik Jurnalistik.

Ketua Komisi Hukum Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo menegaskan, apa yang dilakukan oleh Setyardi Budiyono dan Darmawan Sepriyossa melalui tabloid Obor Rakyat jelas melanggar prinsip-prinsip jurnalistik. Dewan Pers tidak bisa melindungi Setyardi dan Darmawan yang bekerja tanpa berpegang pada prinsip jurnalistik. Dewan Pers meminta Polri untuk tidak ragu menindak siapa pun yang melakukan pelanggaran berat (Kompas, 16/6/2014).

Sebelum menjadi staf khusus presiden dan komisaris PTPN XIII, Setyardi Budiyono pernah bekerja sebagai wartawan Tempo antara tahun 1998 dan 2000. Darmawan Sepriyossa juga bekerja di tempat yang sama dengan periode yang sama.

Menurut Pemimpin Redaksi Tempo Arif Zulkifli, Setyardi dipecat dari Tempo karena melakukan pelanggaran etika yang serius, yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip jurnalistik. Adapun Darmawan mundur dari Tempo karena pindah kerja, dan terakhir bekerja di situs media online Inilah.com.

Posisi Setyardi sebagai komisaris di badan usaha milik negara (BUMN) memberi implikasi serius. Deputi Bidang Usaha Agro dan Industri Strategis di Kementerian BUMN, Muhammad Zamkhani, memanggil Setyardi pada awal pekan ini (Kompas.com, 14/6/2014).

Melecehkan

Apa yang dilakukan Setyardi dan Darmawan, yang pernah bergelut dalam dunia jurnalistik, benar-benar melecehkan dunia jurnalistik.

Siapa pun yang pernah belajar dan mendalami jurnalistik pasti sepakat apa yang telah dilakukan pengelola Obor Rakyat telah melecehkan dunia jurnalistik.

Mereka berkilah tabloid Obor Rakyat karya jurnalistik, sementara semua isinya melanggar prinsip-prinsip jurnalistik. Isinya lebih cenderung merupakan kampanye hitam terhadap calon presiden Joko Widodo. Tabloid itu didistribusikan ke pesantren- pesantren di sejumlah daerah di Indonesia.

Salah satu yang menjadi pertanyaan, mengapa tabloid itu mencantumkan alamat palsu? Setelah ditelusuri, alamat kantor redaksi yang tercantum ternyata alamat fiktif.

Bagaimana publik bisa percaya kepada Setyardi dan kawan-kawan bila sejak awal dia mengaburkan alamat kantornya? Bagaimana publik bisa percaya pada integritas Setyardi sebagai wartawan apabila faktanya dia pernah dipecat karena pelanggaran etika yang berat?

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sudah melaporkan kasus Obor Rakyat ke Mabes Polri. Bawaslu menilai pengelola Obor Rakyat bisa diseret dalam pidana umum karena masuk kategori penghinaan dan penistaan.

Tim sukses Jokowi-Jusuf Kalla menyatakan akan melaporkan kasus ini ke Mabes Polri, Senin ini. Publik percaya penegak hukum akan bertindak adil sesuai hukum yang berlaku.

Jangan berhenti pada Setyardi dan Darmawan. Publik harus tahu siapa penyandang dana miliaran rupiah di balik Obor Rakyat tersebut.

Jangan biarkan dunia jurnalistik dijadikan mainan politik tanpa rasa tanggung jawab. Bila dibiarkan, kasus ini bisa jadi preseden buruk. Bayangkan bila setiap orang bisa bebas menulis tentang seseorang seenaknya dengan nuansa fitnah, lalu mengklaim tulisan itu karya jurnalistik.

Saatnya membersihkan dunia jurnalistik dari petualang-petualang politik yang tidak bertanggung jawab!

SUMBER: DUDUK PERKARA, KOMPAS SIANG DIGITAL EPAPER, SENIN 16 JUNI 2014