ROBERT ADHI KSP
Malaysia menangkap sejumlah anggota kelompok teroris dari Somalia, Al Shabaab atau Al Shabab, yang masuk ke negeri itu. Mereka diduga merencanakan aksi teror di sekolah dan universitas swasta serta mencari sasaran turis asing di Malaysia. Benarkah teroris internasional kini mengincar Malaysia sebagai salah satu ”base camp”?
Unit Khusus Anti Teroris Malaysia, pekan lalu, menangkap enam anggota kelompok Al Shabaab, kelompok teroris yang memiliki jaringan Al Qaeda. Surat kabar Malaysia, The Star, melaporkan, mereka masuk ke Malaysia beberapa pekan sebelumnya. Jumlah tersangka yang ditangkap akan bertambah. Polisi beraksi cepat sebelum mereka menyerang negeri ini.
Seorang warga negara Somalia berusia 34 tahun yang ditangkap diduga memiliki hubungan dengan kelompok teroris, dan juga masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) Interpol dalam kasus terorisme.
”Kami yakin pria Somalia ini terlibat dalam kelompok teroris Al Shabaab,” demikian pernyataan Deputi Kepala Kepolisian Malaysia Inspektur Jenderal Datuk Seri Mohd Bakri Zinin.
Penangkapan anggota Al Shabaab ini menyusul penangkapan terhadap 11 militan Malaysia di Kedah dan Selangor, yang memiliki jaringan dengan pejuang Suriah, juga memiliki hubungan dengan kelompok militan Suriah dan Filipina (”Police nab member of Somalia terror group”, The Star, 9 Mei 2014).
Al Shabaab merupakan jaringan teroris dari Somalia yang melakukan serangan mematikan di pusat perbelanjaan Westgate Mall di Nairobi, Kenya, 21 September 2013. Serangan itu menewaskan 67 orang dan melukai ratusan orang lainnya.
Imigrasi lemah
Para analis menyebutkan bahwa keamanan dan pengawasan yang lemah di Imigrasi terhadap orang-orang yang datang ke Malaysia memberi ruang bagi kelompok teroris masuk ke Malaysia dan menjadikan negeri itu base camp.
Kebijakan Pemerintah Malaysia beberapa tahun terakhir ini, yang menjadikan Malaysia sebagai pusat pendidikan bagi pelajar asing dan destinasi wisata yang meningkatkan jumlah wisatawan asing, menyebabkan penegakan hukum di bidang imigrasi tidak terlalu ketat.
Salah satu bukti adalah dua penumpang pesawat Malaysia Airlines MH370 yang hilang, adalah dua penumpang berkebangsaan Iran yang menggunakan paspor curian. Dua paspor milik warga Eropa tersebut dicuri ketika mereka berlibur di Thailand.
Meskipun dalam penyelidikan Interpol, dua pengguna paspor curian itu tidak terkait dalam jaringan terorisme internasional, tetapi lolosnya dua penumpang berpaspor curian itu meyakinkan publik bahwa petugas Imigrasi Malaysia tidak ketat mengawasi orang-orang asing yang masuk dan keluar negeri itu. Celah inilah yang dimanfaatkan oleh para teroris.
Ekonomi versus keamanan
Kehadiran warga negara asing yang diduga memiliki hubungan dengan Al Shabaab akan memengaruhi kepentingan ekonomi Malaysia dan kepentingan keamanan negeri.
Ekonomi Malaysia yang berpenduduk 29,6 juta orang itu memang melesat. Meski pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun terakhir melambat karena krisis global, pendapatan per kapita Malaysia (2012) mencapai 17.200 dollar AS.
Sektor pariwisata Malaysia merupakan pendapatan devisa kedua terbesar setelah sektor manufaktur, dengan perolehan 65,4 miliar ringgit Malaysia (RM) atau setara dengan 25,2 miliar dollar Singapura pada 2013.
”Di satu sisi, pemerintah menginginkan banyak pelajar asing dan wisatawan asing datang ke Malaysia. Di sisi lain, disadari bahwa target pertumbuhan ekonomi jangan sampai mengorbankan keamanan dalam negeri,” kata Shahriman Lockman, analis keamanan dari Institute of Strategic and International Studies Malaysia (”Somali group eyeing Malaysia as terrorist base”, The Strait Times, 10 Mei 2014).
Malaysia menargetkan sekitar 200.000 siswa dan mahasiswa asing melanjutkan pendidikan di 60 college swasta dan universitas. Saat ini terdapat 95.000 siswa dan mahasiswa asing di Malaysia, menurut statistik resmi pemerintah.
Sebagian besar pelajar dan mahasiswa yang belajar di Malaysia berasal dari Tiongkok, Indonesia, Nigeria, serta mahasiswa dari Timur Tengah, antara lain dari Iran dan Yaman.
Pemerintah Malaysia pada tahun lalu berupaya mengendalikan kualitas siswa asing yang masuk ke negeri itu dengan memperketat proses screening dan memberlakukan moratorium lisensi pendidikan setelah terjadi banyak kasus mahasiswa tertangkap bekerja sebagai pramuria di klub-klub malam atau terlibat kasus narkoba dan kejahatan lainnya.
Choong Pui Yee, analis pada S Rajaratnam School of International Studies di Nanyang Technological University, Singapura, mengatakan bahwa Malaysia sudah lebih waspada pada aksi-aksi terorisme dalam beberapa tahun terakhir ini. Salah satu contohnya adalah saat Malaysia menangkap tersangka teroris Mas Selamat Kastari pada 1 April 2009.
Mas Selamat Kastari, warga negara Singapura kelahiran Indonesia, ditangkap pihak keamanan Malaysia di Skudai, Johor, Malaysia, setelah buron selama satu tahun. Kastari sebelumnya ditangkap pasukan anti teroris Indonesia pada Januari 2006. Namun, Kastari berhasil kabur dari penjara. Ia merencanakan mengebom Bandar Udara Internasional Changi, Singapura, pada 2002.
Bagaimana Malaysia mengantisipasi aksi terorisme di dalam negerinya?
Pihak keamanan Malaysia terkejut ketika sekelompok orang bersenjata menculik seorang turis Tiongkok dan seorang pekerja hotel asal Filipina dari Singamata Reef Resort di Pulau Singamata, di Negeri Bagian Sabah, Malaysia timur, awal April lalu.
Penculik turis tersebut diduga kuat merupakan kelompok Abu Sayyaf, yang berhubungan dengan jaringan Al Qaeda (”2 Women Are Kidnapped From a Resort in Malaysia”, New York Times, 3 April 2014). Rasa aman di Malaysia diacak-acak.
Antisipasi
Melacak sarang teroris di Malaysia memang lebih sulit. Teroris secara individu mungkin menggunakan Malaysia sebagai tempat transit. Memiliki visa yang sah memungkinkan mereka melakukan perjalanan dan masuk- keluar dengan mudah.
Malaysia tampaknya sulit mengetatkan kantor imigrasi. Malaysia berharap lebih banyak wisatawan mancanegara dan mahasiswa asing datang ke negeri itu, tidak hanya membawa uang, tetapi juga membantu menaikkan peringkat universitas. Malaysia ingin memastikan tetap menyambut siapa pun yang datang.
Namun, konsekuensinya adalah Malaysia harus mengawasi secara ketat mereka yang datang dan pergi. Lebih baik mencegah dan mengantisipasi.
Jangan sampai Malaysia harus membayar mahal dengan membiarkan teroris berkeliaran di negeri itu. Malaysia harus memperkuat unit anti teroris, serta menjalin kerja sama dengan unit anti teroris di negara-negara tetangga dan sejumlah negara lain di dunia.
SUMBER: DUDUK PERKARA, KOMPAS SIANG DIGITAL EPAPER, SENIN 12 MEI 2014