Gambar

ROBERT ADHI KSP

Penggemar novel-novel ”thriller” pasti ingat dengan nama Frederick Forsyth. Novel-novelnya, antara lain, ”The Day of The Jackal”, ”The Odessa File”, dan ”The Dogs of War,” yang ditulisnya pada 1970-an merupakan buku-buku ”best-seller” dan dijadikan film. Novel-novelnya ditulis dengan gaya jurnalistik, enak dibaca. Tokoh-tokoh dan plot cerita selalu berdasarkan pada persoalan politik internasional terkini. Di mana Frederick Forsyth sekarang?

Frederick Forsyth tetap menulis novel meskipun usianya kini sudah lebih dari 75 tahun. Novel terbarunya yang berjudul The Kill List diterbitkan Random House pada 20 Agustus 2013. Seperti novel-novel sebelumnya, Forsyth selalu mengemas ceritanya dengan situasi global masa kini yang masih hangat. Ada agen rahasia, aksi teroris, konflik dalam pemerintahan, dan ada ketegangan antarnegara.

Novel ini mengisahkan sejumlah tokoh di Amerika Serikat (AS) dan Inggris dibunuh secara brutal oleh kelompok teroris dan ekstremis. Para pembunuh tersebut dikendalikan oleh seseorang yang dikenal sebagai ”pengkhotbah”, yang kemudian dimasukkan dalam daftar orang paling dicari oleh AS. Seorang agen pemburu, yang ayahnya salah satu korban pembunuhan ”sang pengkhotbah”, ditugaskan untuk mengejar, mengungkap identitas ”sang pengkhotbah”, dan menghabisinya.

Novel The Kill List akan difilmkan dan disutradarai oleh Rupert Sanders.

Selain masih menulis novel, melakukan riset, dan melakukan perjalanan untuk melengkapi deskripsi novelnya, Frederick Forsyth sampai saat ini juga tetap menulis kolom di surat kabar Inggris, Express. Dia menjadi komentator politik yang mengupas dan mengulas berbagai persoalan politik internasional.

Pilot dan wartawan

Frederick Forsyth lahir di Ashford, Kent, Inggris, pada 25 Agustus 1938. Ayahnya seorang penjaga toko.

Setelah mengenyam pendidikan menengah di Tonbridge School, Forsyth melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas Granada, Spanyol. Pada 1958, Forsyth masuk Angkatan Udara Kerajaan Inggris, Royal Air Force, tetapi hanya satu tahun.

Pada 1958-1961, Forsyth menjadi wartawan surat kabar Inggris, The Eastern Daily Press. Setelah itu, dia menjadi koresponden kantor berita Inggris, Reuters, untuk wilayah Eropa (1961-1965). Pada karier awalnya, Forsyth meliput masalah-masalah Perancis dan usaha pembunuhan Charles de Gaulle.

Pada 1965, dia bergabung dengan British Broadcasting Corporation (BBC). Dalam sebuah tayangan BBC Documentary tentang Perang Sipil Nigeria, Forsyth melaporkan aktivitas awalnya sebagai seorang jurnalis. ”Hanya pekerjaan ini yang memungkinkan saya melakukan perjalanan,” katanya.

Sebagai koresponden BBC, Forsyth meliput Perang Sipil Nigeria antara Biafra dan Nigeria selama enam bulan. Dia melihat konflik yang brutal, serta ketimpangan antara warga Biafra yang memiliki senjata apa adanya dan pasukan Nigeria yang bersenjata lengkap. Dia mengkritik Inggris yang membantu pasukan Nigeria.

Setelah enam bulan meliput perang sipil di Nigeria, Forsyth mengajukan permohonan agar tugasnya diperpanjang. Akan tetapi, dia menerima jawaban dari atasannya di London bahwa tidak ada lagi kebijakan meliput perang sipil Nigeria.

Pada masa itu, Perang Vietnam yang menjadi berita utama media setiap hari lebih diprioritaskan. Akhirnya, pada 1968, Forsyth memutuskan mengundurkan diri dari BBC.

Dia kembali ke Biafra sebagai wartawan lepas, dan menulis buku pertamanya, buku non-fiksi tentang perang, The Biafra Story, pada 1969.

35 hari

Pada tahun yang sama, Forsyth memutuskan untuk menggunakan pengalamannya sebagai jurnalis Reuters di Perancis, sebagai bahan penulisan novel
thriller pertamanya.

Dalam 35 hari, Forsyth menyelesaikan novel The Day of the Jackal, yang diterbitkan pada 1971. Novel tersebut laris menjadi novel best seller di seluruh dunia.

The Day of the Jackal mengukuhkan Frederick Forsyth sebagai salah satu penulis cerita thriller terbaik di dunia. Novel ini mengantarkan Forsyth menerima Edgar Poe Award sebagai novel terbaik. The Day of The Jackal terjual lebih dari 10 juta kopi.

Dalam buku ini diceritakan kelompok teroris Organisation Armee Secrete yang dibayar untuk melakukan pembunuhan terhadap Charles de Gaulle, yang kemudian menjadi presiden Perancis. Cerita dalam novel itu dijadikan film yang dibintangi Edward Fox pada 1973.

Dalam novel berikutnya, The Odessa File (1972), diceritakan seorang wartawan berusaha mengejar dan menangkap seorang mantan pejabat Nazi dalam masa modern Jerman. Wartawan menemukan dia melalui catatan harian seorang Yahudi yang selamat. Mantan pejabat Nazi ini dilindungi oleh sebuah organisasi yang disebut Odessa. Organisasi ini memproteksi mantan-mantan Nazi. Novel Forsyth ini kemudian difilmkan dengan judul yang sama, dengan bintang utama John Voight.

Dalam novel The Dogs of War (1974), seorang eksekutif perusahaan pertambangan Inggris merekrut sekelompok tentara bayaran untuk menggulingkan pemerintahan sebuah negara di Afrika agar dia dapat mengendalikan rezim boneka yang mengizinkan dia masuk ke wilayah yang memiliki cadangan bijih platinum yang sangat besar. Novel ini juga diadaptasi menjadi film dengan judul yang sama pada 1980 dengan bintang Christopher Walken dan Tom Berenger.

Sementara itu, novel The Sheperd (1975) mengisahkan perjalanan ”neraka” seorang pilot Angkatan Udara Kerajaan Inggris (RAF) saat terbang pulang ke rumah untuk merayakan Natal pada akhir 1950-an.

Novel The Devil’s Alternative (1979) mengambil setting peristiwa tahun 1982. Dalam novel ini, Uni Soviet menghadapi bencana panen gandum. AS siap membantu untuk konsesi politik dan militer. Satu faksi di Politbiro melakukan perlawanan. Perang diusulkan sebagai jalan keluar. Pejuang kemerdekaan Ukraina membuat situasi menjadi rumit.

Tahun 1982, Forsyth menerbitkan kumpulan 10 cerita pendeknya berjudul No Comebacks. Beberapa cerpen di-setting di Republik Irlandia, tempat tinggal Forsyth pada masa itu. Salah satu di antaranya There Are No Snakes in Ireland meraih penghargaan Edgar Allan Poe Award sebagai cerpen terbaik.

Novel Forsyth berikutnya adalah The Fourth Protocol (1984), mengisahkan sejumlah elemen pemberontak di Uni Soviet yang berupaya menanam bom nuklir di dekat pangkalan AS di Inggris, untuk memengaruhi pemilihan umum Inggris yang akan berlangsung.

Novel ini diadaptasi menjadi film dengan judul yang sama, dan dibintangi oleh Pierce Brosnan dan Michael Caine. Hampir semua konten politik dihilangkan dalam film itu.

Novel Forsyth berikutnya, The Negotiator (1989), menceritakan putra Presiden AS diculik dan upaya pembebasannya. Tahun 1991, The Deceiver diterbitkan, mengisahkan karier agen rahasia Inggris, Sam McCready.

Novel The Fist of God (1994) merupakan kisah Perang Teluk, sedangkan novel berikutnya, Icon (1986), berisi tentang kebangkitan kaum fasis untuk menguasai Rusia pasca runtuhnya Uni Soviet. Tahun 2006, Forsyth menerbitkan The Afghan, sekuel dari The Fist of God .

Ketika melakukan riset untuk menulis novel The Cobra (2010), Forsyth melakukan perjalanan ke Guinea-Bissau di Afrika barat. Ketika itu, kepala angkatan bersenjata negara itu dibunuh atas perintah presiden. Malam itu, rumah presiden diledakkan dengan bom, dan presiden ditembak berkali-kali hingga tewas. Karena tak bisa meninggalkan negeri itu, Forsyth memainkan peranannya sebagai wartawan media Inggris yang meliput kudeta tersebut.

Melakukan riset

Frederick Forsyth menikah dengan Carole Cunningham pada 1973 dan memiliki dua anak, Stuart dan Shane. Setelah bercerai, Forsyth menikah lagi dengan Sandy Molloy.

Forsyth memiliki mobil-mobil sport klasik, antara lain, Jaguar XKSS dan Austin Healey 3000.

Frederick Forsyth senang berenang, travelling, dan membaca. Dia juga senang menyelam dansnorkeling, mendatangi lokasi selam di daerah tropis dua kali setahun.

Atas pengabdian pada profesinya sebagai penulis novel, Forsyth mendapat penghargaan Commander of the Most Excellent Order of the British Empire (CBE) dari Kerajaan Inggris pada 1997.

Pada 2011, Forsyth menerima penghargaan Diamond Dagger dari The Crime Writer’s Association (CWA) Inggris di London.

”Frederick Forsyth telah menerapkan standar baru dalam penulisannya dengan melakukan berbagai riset lebih dahulu terhadap berbagai peristiwa sebenarnya. Gaya penulisan Forsyth sangat memengaruhi penulisan cerita-cerita thriller dan cerita kejahatan masa kini,” kata Pemimpin CWA, Peter James.

SUMBER: DI MANA DIA SEKARANG, KOMPAS SIANG DIGITAL, SABTU 17 MEI 2014