ROBERT ADHI KSP
Pada era reformasi dan keterbukaan informasi, media sosial menjadi salah satu alat yang ampuh untuk melakukan perubahan. Ini mungkin tidak disadari oleh anggota DPRD DKI Jakarta yang mengajukan hak angket terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Hanya beberapa saat setelah DPRD DKI Jakarta resmi menyatakan sepakat mengajukan hak angket kepada Gubernur Basuki Tjahja Purnama, pengguna media sosial meramaikan dunia maya dengan tanda pagar (tagar atau hashtag) #SaveAhok #GueAhok.
Aktivis Fadjroel Rachman, misalnya, pada Jumat 27 Februari menulis, “Gua jagain uang rakyat! Gua tidak takut angket DPRD, gua tidak takut diturunin!” Keren Gubernur DKI Jakarta! #KitaJagainAHOK #SaveAhok.”
Personel Slank, Abdee Negara, menulis, “Saya warga JKT, anti korupsi, saya berdiri bersama Ahok. #SaveAhok”. Pegiat media sosial, Rene Suhardono, mengunggah beberapa “meme” yang mendukung Basuki, termasuk di antaranya ajakan membuat petisi online di change.org, yang intinya mencabut mandat DPRD dan membubarkan DPRD DKI Jakarta. Sampai Senin (2/3) pukul 15.07, mereka yang mendukung petisi online ini tercatat 44.275 orang. Petisi ini dibuat oleh seorang warga Jakarta bernama Yanto H.
Dukungan terhadap Basuki Tjahaja Purnama ini menguat setelah tersingkap dugaan dana siluman sebesar Rp 12,2 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DPRD DKI Jakarta 2014 serta Rancangan APBD 2015. Dalam era transparansi seperti sekarang, diketahui nama berbagai perusahaan pemenang lelang alat pasokan daya listrik bebas gangguan atau UPS (uninterruptible power supply) berikut alamatnya. Setelah dicek oleh wartawan, banyak perusahaan pemenang lelang meragukan.
Seperti diwartakan harian Kompas (Senin, 2/3/2015), CV Bintang Mulia Wisesa, misalnya, pemenang lelang UPS senilai Rp 5,8 miliar untuk SMA Negeri 27 Jakarta pada 2014, ternyata tempat perbaikan alat penyejuk ruangan (AC). Yang mengherankan, pemilik tempat tidak tahu-menahu alamat mereka digunakan untuk kantor perusahaan pemenang lelang UPS.
Ini hanya contoh kecil betapa kuat dugaan adanya dana siluman dalam APBD 2014 dan RAPBD 2015, seperti yang disampaikan Gubernur Basuki. Camat dan lurah, juga para kepala sekolah di wilayah DKI mengaku terkejut dengan anggaran UPS tersebut. Mereka menyatakan tidak tahu-menahu karena tidak pernah mengusulkan pengadaan UPS.
Melihat fakta-fakta inilah, masyarakat Jakarta mencium ada yang tidak beres. Sangat wajar apabila kemudian dukungan kepada Gubernur Basuki mengalir deras. Tagar #SaveAhok bertengger di puncak tren topik Twitter di Indonesia sepanjang hari Jumat 27 Februari, bahkan hingga menjelang Sabtu dini hari.
Dukungan terhadap Gubernur Basuki dilanjutkan di dunia nyata. Hari Minggu 1 Maret, ribuan warga Jakarta menandatangani petisi mendukung Ahok dengan memanfaatkan momen Hari Bebas Kendaraan (Car Free Day). Warga mengenakan topeng wajah Ahok dan membentang poster-poster dukungan kepada Gubernur Jakarta itu.
Dukungan untuk Ahok di petisi online change.org juga menghebohkan. Jumlah pendukung petisi ini bertambah dengan sangat cepat, bahkan termasuk yang tercepat di change.org.
Kemarahan masyarakat Jakarta dan rakyat Indonesia tampaknya tidak terbendung lagi. Dana siluman dalam APBD 2014 dan RAPBD DKI Jakarta 2015 bukan lagi sekadar obrolan di warung kopi. Namun, seperti disampaikan salah satu pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johan Budi, sudah terjadi indikasi korupsi.
Bukan yang pertama
Tagar #SaveAhok bukan yang pertama. Pada September 2014, beberapa saat setelah Basuki Tjahaja Purnama (waktu itu Wakil Gubernur DKI Jakarta) menyatakan keluar dari Partai Gerakan Indonesia Raya atau Gerindra, kicauan ribuan pengguna media sosial dengan tagar (hashtag) #SaveAhok meramaikan dunia maya belum lama ini. Basuki yang akrab dipanggil Ahok kecewa Gerindra mendukung Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada). Namun, petinggi Gerindra dan partai politik (parpol) pendukung Koalisi Merah Putih menghujat Basuki. Pada saat itulah, ribuan pengguna media sosial Twitter berkicau mendukung langkah Basuki dan menilai keputusannya merupakan keputusan berani dan tepat. Dan nyatanya, beberapa bulan setelah itu, semua parpol mendukung penyelenggaraan pilkada langsung.
Kekuatan media sosial kini sudah menjadi kekuatan rakyat untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Meluasnya penetrasi internet telah menjadikan media sosial alat bagi gerakan politik di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia.
Jauh hari sebelumnya, rakyat Arab di sejumlah negara melakukan revolusi, memanfaatkan media sosial Twitter dan Facebook. Sejak 18 Desember 2010, terjadi revolusi di Tunisia, Mesir, Libya, Bahrain, Suriah, Yaman, Aljazair, Irak, Jordania, Maroko, dan Oman, yang dikenal dengan istilah “Arab Spring” atau Pemberontakan Arab. Media sosial Twitter, Facebook, Youtube, dan Skype menjadi alat bagi gerakan rakyat untuk melakukan koordinasi dan komunikasi. Media sosial dimanfaatkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Arab. Revolusi pada abad ke-21 dicapai melalui Twitter, blog, pesan singkat di telepon seluler, dan diorganisasi melalui Facebook.
Philip Howard, profesor dalam bidang komunikasi di Universitas Washington, Amerika Serikat, menyebutkan, media sosial telah membawa kebebasan dan demokrasi di Afrika utara dan Timur Tengah serta membantu meningkatkan harapan bagi keberhasilan pemberontakan politik. “Pendukung demokrasi membangun jaringan sosial yang luas dan aksi politik yang terorganisasi. Media sosial menjadi bagian penting sarana bagi kebebasan yang lebih besar,” tulis Howard dalam tulisannya, “New Study Quantifies Use of Social Media in Arab Spring”, 12 September 2011.
Di Indonesia, tagar #SaveAhok hanya salah satu bukti betapa dahsyatnya kekuatan media sosial yang menjadi gerakan perubahan. Ini bukan soal #SaveAhok, tetapi soal menyelamatkan Jakarta dan Indonesia dari para koruptor. Dukungan terhadap Basuki Tjahaja Purnama juga memberi pesan bahwa koruptor-koruptor harus tetap ingat bahwa masyarakat sudah muak dengan perilaku korupsi di negeri ini.
SUMBER: DUDUK PERKARA, HARIAN KOMPAS DIGITAL, SENIN 2 MARET 2015